Pengelolaan Dana Keistimewaan (Danais) oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendapatkan catatan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Pembelian Hotel Mutiara I dan II menjadi salah satu temuan besar.
Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono menjelaskan temuan pertama mengenai pengadaan lahan dan bangunan Hotel Mutiara I dan II.
"Proses penganggaran dan pengadaan Hotel Mutiara I dan II tidak memadai," kata Agus, saat menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK di Kantor DPRD DIY, Kemantren Danurejan, Kamis (22/4).
Pengadaan Hotel Mutiara I dan II ini terjadi pada tahun 2020 silam. Pengadannya menggunakan danais senilai Rp 170 miliar. Pemanfaatannya danais ini akhirnya menjadi temuan BPK dalam LHP APBD dan Danais 2020. BPK menilai tidak ada perencanaan dan kajian pengadaan lahan di Jalan Malioboro tepat utara Kompleks Kepatihan tersebut.
Temuan kedua mengenai pembangunan tanggul Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan. BPK menilai pembangunan tanggul senilai Rp 4,5 miliar itu tak memadai.
"Perencanaan dan pembangunan tanggul penahan sampah sebesar Rp 4.533.689.943 belum sepenuhnya memadai," kata Agus.
Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, BPK merekomendasikan Gubernur DIY agar memerintahkan menyusun perencanaan untuk pemanfaatan Danais atau mengikuti prosedur dalam perencanaan anggaran.
"BPK merekomendasikan Gubernur DIY agar memerintahkan menyusun rencana kegiatan yang bersumber dana keistimewaan beserta proses pencairannya," katanya.
Rekomendasi lain secara khusus mengenai pengadaan Hotel Mutiara I dan II untuk menyusun rencana pemanfaatan. Kemudian, untuk TPA Piyungan BPK merekomendasikan Pemda membuat kajian teknis tanggul area di atas instalasi pengolahan lindi.
Menanggapi temuan tersebut Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengaku ada kelemahan dalam pengendalian internal Pemda DIY
"Temuan, akan segera kami tindaklanjuti dan bahan evaluasi perbaikan sistem keuangan daerah," katanya usai menerima LHP di DPRD DIY.
Ketua DPRD DIY Nuryadi menyesalkan temuan BPK yang mencoreng capaian penilaian BPK wajar tanpa pengecualian 11 kali.
"Soal Danais kami tidak bicara. Mestinya secara etika, mestinya eksekutif menyampaikan (perencanaan), paling nggak sama komisi, komisinya (terkait). Kalau nggak (menyampaikan perencanaan) ya udahlah ini petaka bagi kita," kata Nuryadi.
Nuryadi menjelaskan, selama ini mengenai perencanaan maupun laporan pemanfaatan Danais, dewan tak bisa berbuat banyak. Terutama Pimpinan Dewan (Pimwan) sama sekali tak pernah diajak urun rambug.
"Saya pimpinan belum pernah diajak bicara soal itu (danais). Belum tahu komisi ya. Jadi kalau komisi juga tidak diajak bicara soal perencanaan ya minta ampun sudah," tandanya.
Ia berharap eksekutif atau Pemda DIY bisa menempuh prosedur yang sesuai. Termasuk mengenai perencanaan bisa dibuat dengan matang baru dilakukan penganggaran untuk kegiatan. "Kami ingin perencanaan dimatangkan. Perencanaan matang itu ada komunikasi dengan dewan," katanya.