Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah berharap, di usianya yang ke-54, Association of South East Asian Nations (ASEAN) dapat meningkatkan posisi tawar politik dan ekonomi mereka di hadapan negara-negara dunia. Keunikan perhimpunan negara-negara di Asia Tenggara ini, serta potensi besar pertumbuhan ekonomi kawasan, layak dijadikan alasan untuk meningkatkan posisi tawar itu.
"Berbeda dengan European Union (EU), ASEAN memegang prinsip non-intervensi terhadap sesama anggotanya, termasuk non-intervensi di bidang ekonomi dan politik. Akibat prinsip ini, ASEAN jadi unik karena anggota asosiasi boleh menganut sistem demokrasi liberal, otoritarianisme, bahkan komunisme sekalipun," kata Ahmad Basarah di Jakarta, Rabu (11/8), merespon peringatan hari jadi ke-54 ASEAN 8 Agustus 2021.
Dengan keunikan seperti itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini menyebut, negara-negara Blok Barat dan Blok Timur memiliki kepentingan besar terhadap ASEAN. Tidak adanya persyaratan agar negara-negara anggota mengikuti aturan yang telah ditetapkan untuk kepentingan bersama seperti yang dialami EU dan organisasi regional lain, membuat ASEAN jadi elastis, dinamis, juga penuh tantangan.
"Prinsip non-intervensionis pada dasarnya sesuai dengan prinsip utama yang dianut bangsa Indonesia, yakni kemerdekaan setiap bangsa. Tapi di masa depan, di atas prinsip ini harus diletakkan prinsip kemanusiaan, seperti yang dinyatakan Bung Karno 'my nationalism is humanity'. Semangat kemanusiaan inilah yang nantinya bisa dijadikan alat oleh ASEAN untuk bersikap lebih tegas saat menghadapi krisis kemanusiaan seperti yang terjadi di Myanmar," jelas Basarah yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Luar Negeri ini.
Menurut Dosen Pascasarjana Universitas Islam Malang ini, jika keunikan regional yang dimiliki ASEAN diperkuat dengan prinsip kemanusiaan itu, ASEAN akan memiliki posisi tawar politik yang tinggi saat melihat krisis dunia seperti yang kini terjadi di Laut China Selatan (LCS).
Sementara dengan potensi pertumbuhan ekonomi yang baik, ASEAN juga memiliki posisi tawar ekonomi yang kuat berhadapan dengan organisasi-organisasi ekonomi dunia.
Seperti diketahui, ASEAN saat ini menjadi blok ekonomi strategis setelah bersama Tiongkok, Jepang, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Australia menandatangani Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau Regional Comprehensive Economic Cooperation (RCEP).
Kemitraan ini dicetuskan dalam KTT ASEAN di Bali pada 2011 dan menjadi kemitraan dagang terbesar di dunia, mencakup 30,2 persen GDP dunia, 27,4 persen perdagangan dunia, serta 29,8 persen Foreign Direct Investment (FDI) dunia. Kerjasama ini turut mencakup 29,6 persen populasi dunia, serta mencakup 2,2 miliar calon konsumen.
"Dengan potensi ekonomi sebesar itu, ASEAN dan mitranya bisa punya posisi tawar menghadapi perkembangan di Laut China Selatan. Jangan sampai ketegangan antara Blok Barat dan Tiongkok itu merugikan ASEAN dan RCEP. Bahkan ASEAN idealnya dapat menjadi pihak yang turut mendorong penyelesaian persoalan di LCS, atau turut mendorong terciptanya keamanan dunia," tegas Basarah.
Blok Barat dan Tiongkok kini mengalami ketegangan di LCS setelah Tiongkok potensial untuk menjadi hegemoni ekonomi baru dunia pada 2050. Pertumbuhan ekonomi negeri ini tetap berada di angka 2,3 persen di akhir 2020, ketika ekonomi seluruh dunia terkena pandemi Covid-19. Ini mendorong perhatian Blok Barat yang mengkhawatirkan China menjadi pemain tunggal dalam perekonomian pasca Covid-19.
Basarah juga mengingatkan, perjanjian kerjasama ekonomi ASEAN dalam kemitraan RCEP harus menjadi kemitraan yang menguntungkan seluruh anggota ASEAN. Jangan sampai stabilitas negara di kawasan yang tercipta oleh prinsip non-intervensionis menjadi lahan subur bagi investasi sekaligus potensi konsumen dari negara-negara maju yang bermitra.
"Kemitraan harus saling menguntungkan dan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jangan sampai muncul anggapan bahwa ASEAN menjadi kawasan untuk produksi karena buruh murah, serta lokasi menjual produk hasil produksi pada saat bersamaan," tegas Ketua Umum PA GMNI ini.
Indonesia menjadi salah satu negara yang turut berkomitmen untuk mendirikan ASEAN, melalui deklarasi bersama di Bangkok pada 8 Agustus 1967 bersama Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Perkumpulan ini semakin membesar dengan bergabungnya Brunei Darussalam, Laos, Myanmar, Vietnam, dan Kamboja. Hingga kini ASEAN beranggotakan 10 negara.