Jimly Persoalkan Ketum Partai Merangkap Advokat

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mempersoalkan soal etika seorang Ketua Umum Partai Politik (parpol) yang merangkap sebagai advokat.

Meski tak dilarang, namun hal tersebut sulit untuk diterima dari sisi etika kepantasan.

Hal tersebut diungkapkan oleh Jimly di akun Twitternya. Lebih spesifik, dia menyinggung soal kepantasan seorang ketua umum parpol menjadi advokat pihak yang mempersoalkan AD/ART parpol lain.

"Parpol pilar utama & saluran daulat rakyat & bahkan disebut tugas dalam UUD sebagai peserta pemilu & usung capres. Statusnya juga lembaga publik (negara) dalam arti luas yang punya aturan intern AD sebagai pelaksana UU. Meski tidak disebut Per-UU-an, putusan JR bisa jadi inovasi baru. Kalau kabul, JR AD parpol lain juga bisa," kata Jimly di Twitternya Jumat (1/10).

"Tapi perlu diingat juga, tegaknya hukum & keadilan harus seiring dengan tegaknya etika bernegara. Meski UU tidak eksplisit larang advokat jadi ketum parpol, tapi etika kepantasan sulit terima, apalagi mau persoalkan AD (Anggaran Dasar) Parpol orang lain. Meski hukum selalu mesti tertulis, kepantasan & baik-buruk bisa cukup dengan sense of ethics," sambung dia.

Jimly tidak menyebut siapa ketua umum parpol yang dia maksud. Tapi arah kritiknya ditujukan kepada ketua umum parpol yang menjadi advokat dan menggugat AD/ART partai lain yakni Yusril Ihza Mahendra.

Yusril adalah Ketum Partai Bulan Bintang (PBB) ini menjadi kuasa atas empat eks kader Demokrat yang kini ada di kubu Moeldoko menggugat AD/ART Demokrat ke Mahkamah Agung.

Meski, kata Jimly, gugatan ini bisa menjadi terobosan baru jika dikabulkan oleh majelis hakim. Dan jika memang dikabulkan, bisa juga gugatan yang sama diterapkan terhadap parpol lain. Tetapi, Jimly menekankan soal pentingnya etika.

Yusril Ihza Mahendra buka suara menanggapi pernyataan Jimly. Melalui keterangan tertulisnya, Yusril bicara soal filsafat. Yusril mengatakan, norma "etika kepantasan" yang disebut oleh Jimly tidak lebih dari norman sopan santun yang bersifat relatif dan sama sekali bukan norma fundamental dan absolut sebagaimana dalam norma etik.

"Soal "etika kepantasan" yang disebut Prof Jimly bukan hal fundamental. Norma sopan santun itu konvensional, bahkan kadang tergantung selera untuk mengatakan pantas atau tidak pantas," sambungnya.

Diposting 04-10-2021.

Dia dalam berita ini...

Jimly Asshiddiqie

Anggota DPD-RI 2019-2024
DKI Jakarta