BRIN Nilai Wagub DKI Sangat Subjektif soal Minta Hemat Air, Gerindra Membela

Imbauan Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria agar warga hemat dalam penggunaan air dinilai subjektif oleh peneliti BRIN, Eddy Hermawan. Gerindra menilai adalah hal wajar jika kepala daerah memberikan sejumlah imbauan kepada warganya.

"Pak (Eddy) dari BRIN itu sebagai peneliti, ya kita hormati. Pendapat itu kan berakar dari sains dia, bahwa itu tidak ada penelitian yang menunjukkan penyedotan air dalam tanah dari kalangan masyarakat, ya hasil penelitiannya begitu dengan pendapat tidak ada penelitian yang membuktikan gitu, tapi misalnya disambut harus melakukan penelitian dulu, maka pendapat itu menjadi objektif," kata Sekretaris Komisi D DPRD DKI dari Fraksi Gerindra, Syarif, kepada wartawan, Rabu (6/10/2021).

"Nah, sama saja kalau disebut hotel dan lain-lain (kontribusi besar penurunan muka air) ada penelitiannya tidak? Itu asumsi, ada nggak penelitiannya? Sama saja pendapat beliau juga subjektif juga, pendapat Pak Wagub karena dikatakan tidak berdasarkan penelitian ya bisa disebut subjektif. Ya sama saja, tapi dari selisih pendapat itu ambil positifnya kedua belah pihak. Kedua belah pihak kan sebatas imbauan," lanjutnya.

Syarif mengatakan Riza Patria berkewajiban mengajak warganya berhemat air. Hanya, menurut Syarif, Ahmad Riza Patria lupa menambahkan imbauan untuk pengusaha perhotelan mengenai penggunaan air tanah.

"Sebagai kepala daerah kan berkewajiban mengajak, memotivasi warga, sementara di sektor usaha pengambilan air tanah ya perlu law enforcement mungkin, jadi dua-duanya menurut saya tidak ada yang salah. Pak Riza juga tidak menyampaikan data, tapi kemudian nggak mengajak, ya kurang lengkap pernyataan Pak Riza yang dimaksud ya. Harusnya dua kelompok disasar juga, warga masyarakat dan kelompok usaha agar memperhatikan air bawah tanah itu penyedotan jangan berlebihan," tuturnya.

Syarif kemudian menyinggung peneliti BRIN yang tidak menunjukkan data mengenai perhotelan berkontribusi dalam penurunan permukaan tanah. Syarif mengatakan pernyataan dari peneliti BRIN itu masih sekadar asumsi.

"Kan di pihak peneliti juga tidak ada kan penelitian yang menunjukkan bahwa terbanyak adalah dari kalangan usaha, kan sama saja dua-duanya asumsi, lain halnya dibuktikan, berdasarkan penelitian saya di Jakarta dilakukan pada bulan ini menunjukkan kelompok terbesar yang menyebabkan penurunan air tanah itu adalah kelompok bisnis dan perkantoran, kan nggak bilang begitu," kata dia.

Singgung Hotel Berlebihan Sedot Air Tanah

Namun Syarif menyadari bahwa masih banyak hotel yang menyedot air tanah secara berlebihan. Padahal pihak hotel telah diminta menyediakan instalasi pengolahan air limbah (IPAL).

"Nah, tapi memang kita juga harus maklum, memang banyak yang liar, melebihi dari kapasitas. Dia misalnya, kalau saya bilangnya pencurian, di mana-mana kan selalu ada yang penyimpangan begitu kan, hotel-hotel itu harusnya dia punya IPAL sendiri, ada air yang dia pakai kemudian diolah lagi, harusnya seperti itu," kata Syarif.

Syarif mengatakan, dengan adanya IPAL itu, pihak hotel bisa mengelola air limbah. Dengan demikian, penyedotan air tanah bisa berkurang.

"Nah saya mendengar di beberapa tahun yang lalu itu sudah ada aturannya itu kelompok usaha, hotel, rumah sakit itu punya IPAL. Jadi air yang dia pakai itu nggak dibuang ke drainase, tetapi ditampung lagi, diolah lagi, dibersihkan. Jadi dia akhirnya tidak menyedot air bawah tanah, hasil pengolahan dari air yang dia pakai. Itu ada IPAL-nya, itu di setiap sentral bisnis itu ada kewajibannya," kata dia.

Peneliti BRIN Nilai Pemprov DKI Sangat Subjektif

Pemprov DKI Jakarta mengimbau warganya berhemat dalam penggunaan air bersih dari tanah. Imbauan yang dimaksudkan untuk mencegah penurunan muka tanah yang terjadi dinilai tidak efektif sehingga perlu dikaji ulang.

Profesor riset bidang meteorologi pada Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN, Eddy Hermawan, menyebut imbauan sangat subjektif sekali. Pasalnya, tidak ada parameter pasti untuk mengukur efek kontribusi masyarakat dalam menghemat air ini.

"Sebenarnya saya lebih ke efektif dan tidak efektif, itu parameternya ada-nggak ya. Setelah diimbau jadi sekian persen (penurunan air tanah). Alat pengukurnya nggak ada, ya sangat subjektif sekali ya," kata Eddy Hermawan kepada detikcom, Rabu (6/10).

Dia mengingatkan, dalam hal ini Pemprov DKI bertanggung jawab atas kebutuhan air bersih masyarakat. Selain itu, menurutnya, kontribusi masyarakat terbilang kecil dalam berhemat air jika dibandingkan dengan hotel dan perkantoran.

"Pemerintah bertanggung jawab menyediakan air bersih bagi masyarakat penghuninya. Jadi air yang melimpah ruah di bawah tanah itu ya dikelola. Sebenarnya kontribusi masyarakat itu kecil ya. Yang besar ya hotel-hotel berbintang itulah, perkantoran yang gede-gede itulah, yang mana ini memberikan kontribusi besar dalam penurunan muka air tanah," ungkapnya.

 

Diposting 07-10-2021.

Dia dalam berita ini...

Syarif

Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta 2019-2024