Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto mengatakan, Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) diharapkan dapat meletakkan pondasi sistem perpajakan yang lebih sehat, lebih adil, dan berkesinambungan dengan beberapa pilar. Seperti pilar penguatan administrasi perpajakan, untuk memberikan kepastian hukum dan menguatkan pelaksanaan kesepakatan internasional.
"Lalu program peningkatan kepatuhan Wajib Pajak, untuk mendorong dan memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak melaksanakan kewajiban perpajakan yang belum sepenuhnya dilaksanakan," terang Dito dalam keterangan tertulis yang diperoleh Parlementaria, Kamis (7/10/2021).
UU HPP juga berupaya memperluas basis pajak, yang bertujuan untuk meningkatkan tax ratio dan untuk mengantisipasi perkembangan transaksi ekonomi. Tak lupa, regulasi tersebut kata Dito menjadikan perpajakan sebagai instrumen untuk menciptakan keadilan di masyarakat.
Adapun Komisi XI DPR RI, ungkap Dito, telah mendengarkan berbagai masukan dalam bentuk Rapat Dengar Pendapat Umum yang dilakukan secara terbuka dengan berbagai pihak terkait substansi beleid baru itu.
Dito menguraikan, UU HPP memuat 6 kelompok materi utama yang terdiri dari 9 Bab dan 19 Pasal, yang mengubah beberapa ketentuan UU perpajakan, seperti UU KUP, UU PPh, UU PPN, UU Cukai, Pogram Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak, dan pengenaan pajak karbon.
Ia juga memaparkan, terkait pengaturan KUP, UU HPP memuat aturan mengenai: integrasi Nomor Induk Kependudukan dengan NPWP, asistensi penagihan pajak global yang bersifat resiprokal, pengaturan tentang kuasa wajib pajak, relaksasi sanksi administratif terkait pemeriksaan, keberatan dan banding sesuai amanat UU Cipta Kerja dan program sukarela wajib pajak untuk mendorong kepatuhan pajak.
Sedangkan pengaturan PPh dilakukan perbaikan pengaturan lapisan tarif PPh OP yang berpihak pada lapisan penghasilan terendah (Rp 60 juta) dan kenaikan tarif menjadi 35 persen untuk kelompok atas, penambahan threshold peredaran bruto tidak kena pajak untuk UMKM, pengaturan ulang tarif PPh Badan sebesar 22 persen untuk mendukung penguatan basis pajak, pengaturan tentang penyusutan dan amortisasi.
Sementara terkait pengaturan PPN, UU ini berkomitmen keberpihakan pada masyarakat bawah dengan pemberian fasilitas pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa keuangan dan jasa pelayanan sosial, skema PPN Final untuk sektor tertentu, penyesuaian tarif PPN secara bertahap sampai dengan 2025.
"UU HPP ini pada dasarnya merupakan bagian dari reformasi perpajakan dengan tujuan untuk membangun pondasi perpajakan yang adil, sehat, dan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kondisi masyarakat dan dunia usaha, serta keperbihakan kepada masyarakat berpenghasilan menengah, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah," tandas Dito.