Sejumlah pihak rama-ramai menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar ambang batas presiden atau presidential threshold menjadi 0 persen. Partai Demokrat setuju usulan tersebut dan meminta agar aturan presidential threshold 20 persen dihapuskan.
"Sejak awal, sebagai konsekuensi pileg dan pilpres serentak, kami dari PD mengusulkan threshold harus nol persen. Menolak threshold 20 persen atau 10 atau 5 persen," kata Ketua Fraksi Demokrat MPR RI, Benny K Harman, saat dihubungi, Rabu (15/12/2021).
Benny menyebut terbentuknya aturan presidential threshold 20 persen di UU Pemilu 2017 karena adanya paksaan. Dia menyebut saat itu memang aturan itu dibuat agar menutup adanya kompetitor Jokowi selain Prabowo Subianto.
"Adanya norma ambang batas 20 persen itu dalam UU Pemilu 2017 lalu adalah 'paksaan' dari kekuatan politik oligarkis untuk menutup munculnya kompetitor Jokowi di luar Prabowo pada saat itu sebagai capres 2019. Khawatir muncul figur alternatif yang bisa kalahkan Jokowi," katanya.
Atas dasar itulah, Benny meminta agar aturan presidential threshold 20 persen itu dihapus. Dia menilai aturan itu menghambat persaingan sehat dalam pemilu.
"Norma ambang batas 20 persen mestinya dihapus karena ketentuan itu menghambat persaingan sehat dalam demokrasi elektoral. Persaingan sehat dalam demokrasi elektoral harus dijaga untuk dapat menjaga kualitas demokrasi itu sendiri dan tentu untuk menghasilkan pemimpin yang amanah," ujarnya.
"Semoga MK mau mengubah diri, tidak menjadi 'hamba' para cukong, tidak menyembah kekuasaan tapi tetap menjadi pengawal konstitusi dan demokrasi sebagai inti utama demokrasi," lanjutnya.
Senada dengan Benny, Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani menyebut presidential threshold justru menghambat para calon pemimpin berkualitas. Menurutnya aturan ini juga bertentangan dengan fungsi partai politik.
"Rakyat berhak mendapatkan banyak pilihan calon Presiden dan Wakil Presiden. Kita tak kekurangan stok calon pemimpin bangsa yang berkualitas dan handal. Presidential threshold-lah yang selama ini menjadi hambatan bagi hadir dan tampilnya putra dan putri terbaik bangsa di panggung kepemimpinan nasional. Tak hanya membatasi pilihan rakyat, ini juga bertentangan dengan fungsi partai politik dalam hal rekrutmen kepemimpinan nasional," tuturnya.
Untuk diketahui, sejumlah pihak menggugat aturan presidential threshold ke MK agar turun menjadi 0 persen. Harapannya, semua partai bisa mengusung calon presiden (capres) tanpa terpasung persentase suara di parlemen.
Berdasarkan Pasal 222 UU Pemilu tiket calon presiden hanya bisa diberikan kepada parpol/gabungan parpol yang memiliki 20 persen kursi di DPR bisa mengusung capres. Atau parpol/gabungan parpol yang memperoleh 25 persen suara nasional.
Sejumlah pihak pun tidak terima dengan aturan itu dan mencoba menggugat. Beberapa di antaranya Rizal Ramli hingga Gatot Nurmantyo.