Ketua MPR Bambang Soesatyo mendukung berbagai kebijakan Presiden Jokowi dalam melakukan reforma agraria, dengan target total mencapai 12 juta hektar. Saat ini, capaiannya sudah mencapai sekitar 4,3 juta hektar. Langkah ini menjadi solusi atas masih adanya jutaan petani yang hanya memiliki rata-rata 0,3 hektar tanah. Bahkan, lebih banyak lagi yang tidak memiliki tanah sama sekali dan hanya menjadi petani buruh.
Reforma Agraria sejalan dengan Ketetapan MPR Nomor 9/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Ketetapan MPR tersebut telah memotret berbagai persoalan yang menjadi isu utama dalam bidang pengelolaan agraria.
"Dikuatkan melalui Ketetapan MPR Nomor 1/MPR /2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002, yang merekomendasikan dilakukannya langkah-langkah proporsional dan adil dalam penanganan konflik-konflik agraria, mulai dari persoalan hukum sampai dengan implementasinya di lapangan," ujar Bamsoet, sapaan akrab Bambang, dalam Seminar Nasional Hukum Agraria Indonesia, yang diselenggarakan secara virtual oleh LBH HKTI, di Jakarta, Rabu (15/12). Turut hadir antara lain Ketua Umum DPP HKTI Jenderal TNI (Purn) Moeldoko dan Ketua LBH HKTI Apriyansyah.
Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, secara umum beberapa persoalan yang mengemuka dalam reforma agraria mengerucut pada tiga aspek. Antara lain, ketimpangan penguasaan tanah negara, timbulnya konflik agraria yang dipicu tumpang tindihnya kebijakan distribusi lahan pada masa lalu dan timbulnya krisis sosial serta ekologi di pedesaan. Materi tentang pembaruan agraria telah dimasukkan menjadi bagian dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Bamsoet menerangkan, semangat yang diusung selaras dengan amanat penyelenggaraan reforma agraria, yang harus bermuara pada tujuh hal. Yaitu mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan pekerjaan; memperbaiki akses masyarakat kepada sumber-sumber ekonomi-terutama tanah; menata ulang ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dan sumber-sumber agraria; mengurangi konflik dan sengketa pertanahan dan ke-agraria-an; memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup; dan meningkatkan ketahanan pangan dan energi masyarakat.
Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menerangkan, keberpihakan pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan tanah bagi rakyat merupakan wujud implementasi amanat konstitusi. Mengingat pasal 33 konstitusi menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
"Amanat Konstitusi ini menegaskan bahwa tanah seharusnya menjadi sumberdaya yang harus diatur secara ketat oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kebijakan pengelolaan sumber daya agraria harus menempatkan kepentingan rakyat sebagai panglimanya," pungkas Bamsoet.