FPD Sampaikan Catatan Kritis Terkait RUU Ibukota Negara

Menerima Rancangan Undang-Undang Tentang Ibukota Negara, Fraksi Partai Demokrat (FPD) menyampaikan sejumlah catatan kritis. Prinsip utama catatan ini berdasarkan pada pernyataan Presiden RI Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono bahwa ‘’membangun Ibukota hakikatnya adalah membangun kehidupan, membangun sistem, bukan sekedar membangun infrastruktur fisik.”

‘’Jadi, memindahkan Ibukota tidak hanya memindahkan ruang kerja, tapi juga memindahkan ruang hidup banyak orang. Karena itu, harus benar-benar cermat dan disiapkan dengan matang segala sesuatunya,’’ kata Muslim, legislator asal Aceh yang membacakan Pendamat Mini Akhir FPD Senin malam (17-01-2022) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Dalam konteks ini, FPD menegaskan bahwa perpindahan Ibukota Negara bukan hanya milik Pemerintah, DPR dan DPD RI saja. Tetapi milik seluruh rakyat Indonesia. Karena itulah, proses ini tidak cukup hanya dengan membuat undang-undang, namun harus dipahami sebagai proses teknokratis dan politis sebagai agenda bersama seluruh komponen bangsa.

‘’Karena itulah, kami memberikan sejumlah catatan kritis. Misalnya, soal waktu. Kami memandang, tidak perlu terburu-buru. Sempurnakan konsep dan persiapannya, mencakup seluruh aspek pemindahan IKN, termasuk perbaikan rencana induk yang menjadi acuan proyek prioritas nasional ini secara lebih serius,’’ kata Muslim.

Catatan berikutnya, terkait lingkungan. Menurut FPD, pemindahan ini berkonsekuensi pada kemungkinan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang terus menerus dan praktis akan mempengaruhi fungsi ekologis jangka panjang.

Karena itu, ‘’Pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan (environmental sustainable development) perlu dilakukan dengan melibatkan kearifan lokal masyarakat setempat/ adat melalui pengakuan hak-hak konstitusionalnya yang sebaiknya tercantum dalam RUU ini, pelestarian lingkungan, mitigasi bencana, dan pola konsumsi ramah lingkungan,’’ tambah Muslim.

FPD juga menilai, kajian terkait keamanan dan pertahanan dilakukan secara komprehensif. Padahal, ancaman keamanan dan pertahanan terhadap IKN tidak bisa dianggap enteng.

‘’Hal ini perlu mendapat perhatian dan diantisipasi. Karena dilihat dari posisi IKN di alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) II dan choke point atau titik sempit dunia; maka IKN akan mudah diserang dari arah utara. Lokasi IKN juga mendekati Flight Information Region (FIR) milik negara tetangga, seperti Malaysia, dan Filipina serta dikelilingi oleh aliansi-aliansi pertahanan, seperti FPDA The Five Power Defence Arrangements Malaysia, Aliansi AUKUS (Australia, UK, USA), dan terdampak dari One Belt One Road atau OBOR BRI China. Ini semua berpotensi menjadi pintu baru ancaman pertahanan dan gangguan keamanan IKN,’’ demikian catatan FPD.

FPD juga mengingatkan, pelibatan banyak pihak asing dalam blue print pembangunan IKN nantinya juga perlu diantisipasi. Karena berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap keamanan dan pertahanan IKN ke depan.

Tak kalah penting, masalah pendanaan. FPD meminta pemerintah mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh kondisi fiskal dan kemampuan APBN. Sebagai proyek prioritas strategis nasional, pemindahan IKN membutuhkan sumber daya pembiayaan anggaran yang besar.

‘’Dalam perencanaannya, anggaran pemindahan dan pembangunan IKN senilai Rp. 466,98 Triliun yang sebagian besar akan menggunakan pembiayaan APBN dan sisanya dibiayai melalui skema KPBU dan swasta. Dilihat dari besarannya, beban APBN dalam proyek ini sangat tidak rasional apalagi jika dilihat dalam kurun waktu kurang lebih dua tahun ke depan, terlebih dalam kondisi perekonomian nasional yang kurang mendukung dan masih terdampak pandemi Covid-19. Nilai tersebut tentu memberikan tambahan tekanan pembiayaan APBN kedepannya.’’

Dalam hal ini pula, FPD meminta pemerintah menentukan skala prioritas terkait pengelolaan keuangan negara. Apalagi per akhir Desember 2021, utang pemerintah sudah menembus Rp6.908,87 Triliun; dan penerimaan negara dari sektor pajak yang diukur dari tax ratio-nya justru semakin menurun.

‘’Jangan lupa pula masalah psikologi-sosialnya. Pemerintah perlu mengkaji dan mencermati, sejauh mana manfaat langsung yang dapat dirasakan masyarakat sebagai bagian dari opportunity IKN baru. Jangan sampai pembangunan IKN baru tidak berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,’’ papar Muslim lagi.

Terakhir, FPD mengingatkan agar proses pembangunan IKN baru mengedepankan prinsip akuntabilitas dan transparansi yang sesuai dengan prosedur dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini dimaksudkan agar pembangunan IKN baru dapat berjalan dan kemudian digunakan sesuai fungsinya.

‘’Jangan sampai pembangunan yang dipaksakan kemudian malah membuat pembangunan IKN terbengkalai, tidak sesuai dengan rencana, dan gagal, karena akan ada konsekuensi cost ekonomi dan sosial yang sangat mahal.’’

Diketahui, rencana pemindahan Ibukota Negara sebenarnya sudah lama diwacanakan. Bahkan sejak sejak pemerintah Hindia Belanda, ketika wacana bergulir mulai dari pemindahan Ibukota ke Surabaya, Jawa Barat dan Palangkaraya.

Rencananya ini juga muncul pada periode pemerintahan Presiden Soekarno hingga periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada masa pemerintahan Presiden SBY telah dibentuk Tim Khusus untuk mengkaji dan menelaah pemindahan Ibu Kota Negara. Berdasarkan hasil kajian selama 2,5 tahun; terdapat 3 (tiga) skenario pemindahan Ibu Kota Negara, yakni: 1) Tetap mempertahankan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara dan dilakukan pembenahan terhadap semua permasalahan; 2) Memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta ke lokasi baru yang tetap berada di pulau Jawa; dan 3) Memindahkan Ibu Kota Negara dan pusat pemerintahan ke lokasi baru di luar pulau Jawa.

Presiden Jokowi kembali menyampaikan wacana pemindahan Ibukota Negara pada Pidato Kenegaraan 16 Agustus 2019. Rencana pemindahan IKN merupakan hasil kajian yang telah dilakukan oleh Bappenas, kemudian dimuat dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 dan dijadikan sebagai program Strategis Nasional. Berbagai kajian dan penelitian yang dilakukan Pemerintah menunjukkan bahwa beban Jakarta sebagai Ibu Kota Negara dan Pusat Pemerintahan; juga sebagai pusat bisnis dan perdagangan, semakin hari semakin berat.

Sebagai bentuk upaya realisasinya, DPR RI dan pemerintah mulai membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Ibukota Negara (IKN). Pembahasan RUU IKN ini dilakukan sejak tanggal 7 Desember 2021. Pada awalnya RUU IKN yang disampaikan pemerintah terdiri dari 9 Bab yang berisi 34 pasal.

Akan tetapi, dalam perkembangannya pemerintah melakukan perubahan dan perbaikan draft RUU IKN, sehingga RUU ini memiliki 9 Bab dan berisi 40 pasal. RUU IKN ini mengatur soal isi dari Ibu Kota Negara, Rencana Induk, cakupan wilayah, bentuk kekhususan dan pola pemerintahan, aspek pertanahan, aspek lingkungan hidup, hingga tahap-tahap pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara beserta pembiayaannya.

Diposting 18-01-2022.

Dia dalam berita ini...

Muslim

Anggota DPR-RI 2019-2024
Aceh 2