Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Sultan B Najamudin menyoroti usulan pembubaran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Hal itu sama saja mengubah bentuk negara Indonesia, karena harus menghapus sila ke-4 Pancasila.
Sultan menegaskan, MPR merupakan wujud lembaga legislatif yang sesuai dengan Demokrasi Pancasila. “MPR harusnya dikembalikan ke posisi semula, bukan dibubarkan. Pembubaran MPR akan mengoreksi atau bahkan tidak mengakui keberadaan sila ke-4 Pancasila. Itu akan mengubah bentuk negara kita,” ujar Sultan melalui keterangan tertulisnya, kemarin.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Fahri Hamzah mengusulkan pembubaran MPR. Bahkan, ia mengaku sempat menyampaikan kepada Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) bahwa dirinya akan menjadi ketua terakhir.
“Saya pernah telepon Mas Bambang, sebelum diskusi, saya bilang, ‘Mas kayaknya saya mengusulkan ketua MPR terakhir itu Mas Bambang’,” ujar Fahri dalam diskusi bertajuk, “Menyoal Eksistensi Lembaga MPR: Masih Relevankah Dipertahankan?” secara daring, Rabu (19/1).
Saat ini, sambung Fahri, para anggota MPR tak memiliki kesibukan. Dari beberapa pimpinan MPR, hanya Bamsoet yang memiliki kesibukan, itu pun hanya mengurus motor. “Yang agak sibuk dari pimpinan MPR, hanya Mas Bambang. Itu pun lebih banyak ngurus motor. Karenanya, saya mengajak kita semua untuk memikirkan secara serius persoalan ini,” tegas mantan Wakil Ketua DPR itu.
Melanjutkan keterangannya, Sultan mengatakan, apa yang disampaikan Fahri Hamzah merupakan kritik yang sangat fundamental terhadap ketatanegaraan Indonesia yang serba ambigu. Karenanya, pendapat tersebut diperhatikan dan dimaknai sebagai argumentasi politik negara yang konstruktif.
“Sebagai tokoh nasional, mantan Wakil Ketua DPR, saudara Fahri tentu memahami bahwa struktur ketatanegaraan kita sudah saatnya diperbaharui. Bukan soal eksistensinya, tapi pada esensi kewenangan masing-masing lembaga legislatif yang ada,” tegas senator asal Bengkulu itu.
Lebih lanjut, Sultan mendorong pemerintah dan lembaga legislatif, khususnya MPR dan DPR, mengkaji usulan tersebut. Pemerintah dan legislatif harus membuka ruang untuk melakukan amandemen konstitusi, karena semua persoalan bangsa akan diselesai secara efektif jika Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dievaluasi secara menyeluruh.
Pasal-pasal atau ketentuan yang mengatur tentang lembaga dan sistem ketatanegaraan Indonesia, lanjutnya, perlu dievaluasi. Keberadaan tiga lembaga legislatif yang menginduk dalam rumah besar bernama MPR harus memberi ruang politik dan kewenangan. “Fungsinya sebagai penyeimbang satu dengan yang lainnya, serta memperkuat sistem kontrol bagi jalannya pemerintahan,” urai dia.