Pasal 3 Peraturan Menteri (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) mendapat protes keras dari masyarakat. Anggota Komisi IX DPR Putih Sari ingin aturan itu dikaji ulang sebelum disosialisasikan kepada masyarakat.
"Baiknya Permenaker Nomor 22 Tahun 2022 dikaji kembali dan sebelum diberlakukan ada sosialisasi yang jelas ke masyarakat,” ungkap Putih dalam keterangan persnya kepada Parlementaria, baru baru ini. Ia menilai protes timbul karena aturan tersebut dianggap memberatkan pekerja.
Apalagi, lanjut politisi Partai Gerindra itu, banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan karena terkena pemutusan hubungan kerja sebelum batas usia yang ditetapkan aturan tersebut. "Realitasnya banyak pekerja yang setelah terkena PHK memanfaatkan pencarian dana JHT tersebut untuk bertahan hidup. Sedangkan usianya belum mencapai 56 tahun," ungkapnya.
Putih menekankan pentingnya manfaat JHT bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan. Salah satunya, sebagai penyambung hidup selama mencari pekerjaan baru. Pencairan JHT juga penting bagi pekerja yang memiliki ketidakpastian masa kerja. Seperti pekerja berstatus outsourcing.
Legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah VII itu menjelaskan pekerja outsourcing hanya memiliki masa kontrak enam bulan atau satu tahun. Mereka tidak memiliki jaminan perpanjangan kontrak atau diangkat menjadi pegawai tetap sehingga menimbulkan ketidakpastian.
“Sewaktu-waktu (pekerja) bisa kehilangan pekerjaan. Ketika kehilangan pekerjaan, JHT sangat diperlukan,” katanya. Selain itu, Putih Sari menambahkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 itu lebih cocok diterapkan di negara maju. Pasalnya, pekerja sudah mendapatkan tunjangan yang memadai.