Siapa Caleg 2024 untuk DPR-RI/ DPD-RI/ DPRD Prov. dan DPRD Kab./Kota-mu? Cek di sini...

Berita Anggota Parlemen

Orang Senayan Bicara Kedelai Kalau Masih Impor, Nggak Akan Bisa Kendalikan Harga

sumber berita , 20-02-2022

Senayan mendorong peningkatan produksi kedelai lokal untuk mengurangi ketergantungan impor. Fluktuasi harga kedelai yang terjadi saat ini karena pemerintah terlalu mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Anggota Komisi III DPR Elly Rahmat Yasin mengatakan, sudah saatnya pemerintah mengurangi ketergantungan impor kedelai. “Kalau masih tergantung dengan impor, kita tidak bisa mengendalikan harga kedelai,” kata Elly di Jakarta, kemarin.

Elly mengatakan, tingginya harga kedelai karena melambungnya harga bahan baku tahu tempe ini di tingkat global. Sementara selama ini lebih dari 80 persen kebutuhan dalam negeri setiap tahunnya didatang­kan dari luar.

“Saat harga kedelai di negara pengekspor naik, harga kedelai di dalam negeri juga naik. Sehingga harga kedelai mengalami fluktuasi,” ucapnya.

Kondisi tersebut, lanjut politisi Fraksi PPP ini, tentu membuat perajin tahu dan tempe kesulitan. Sebab membuat ongkos produksi membengkak, untung sulit diraih. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mestinya bisa menetapkan harga kedelai impor yang stabil. “Sehingga, tidak ada lagi perubahan atau fluktuasi harga yang mempersulit perajin tahu dan tempe,” harapnya.

Terpisah, Direktur Aneka Kacang dan Umbi Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Yuris Tiyanto mengatakan, gejolak kedelai disebabkan kondisi perubahan iklim dunia yang mempengaruhi harga pasar internasional. Sementara, produksi lokal ter­batas, sehingga pemasukan kedelai asal luar negeri menjadi alternatif.

“Negara-negara yang selama ini memasok kedelai ke Indonesia, seperti Brasil dan negara Amerika latin lainnya sedang mengalami anomali cuaca sehingga gagal panen. Kondisi itu diperparah oleh terjadinya inflasi di Amerika Serikat yang menyebabkan harga kedelai melonjak,’’ jelas Yuris.

Yuris bilang, Kementan sedang melakukan berbagai upaya untuk membangkitkan kedelai nasional, supaya petani kembali tertarik menanam kedelai. Untuk tahun anggaran 2022 ini, Kementan akan memfasilitasi pengembangan kedelai seluas 52 ribu hektare.

Salah satu strategi yang bisa dilakukan, kata Yuris, dengan menggandeng off-taker untuk pembiayaan Kredit usaha Rakyat (KUR). Seperti halnya yang dilaksanakan di Solo pada Senin (14/2), Kementan memfasilitasi MoU antara Perbankan Himbara dengan pihak perusahaan off-taker. Ini sebagai langkah pe­menuhan target pengembangan kedelai dengan dana KUR tahun 2022.

Lahan pertanaman kedelai ini tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Lahan tersebut berada di Provinsi Sulawesi Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Lampung, Jambi, dan Banten.

“Kita akan tanam di sentra yang sudah ada. Kita harapkan produktivitas bisa ditingkatkan, selama ini kuncinya ada di ketersediaan benih. Dengan pengawalan ketat akan dilakukan tanam di lahan kering, sebagian tumpang sisip dengan jagung, tebu dan kelapa sawit sebelum 4 tahun,” jelas Yuris.

Pakar Pangan dari Universitas Brawijaya, Sujarwo, mendukung upaya Kementan dalam meningkatkan produksi lokal untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. Terutama yang berkaitan dengan optimalisasi perwilayahan komoditas kedelai dan supporting sistemnya. “Saya berharap hal ini menjadi real sebagai buah dari semakin baiknya kelembagaan petani,” ujar Sujarwo.

Meski demikian, Sujarwo menilai perlu ada analisis yang presisi terkait lahan dan juga pasarnya. Jangan sampai pasar kedelai tidak dijaga, sehingga nantinya akan memiliki efek terhadap ketidakpastian harga yang tinggi.

“Dalam hal ini, petani kedelai butuh bantuan pemerintah untuk mengawal produksinya dan membutuhkan lembaga penelitian untuk menghasilkan varietas yang lebih cocok adaptif dengan iklim tropis. Terutama untuk meningkatkan produktivitasnya,” katanya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan harga tahu dan tempe di dalam negeri mengalami kenaikan akibat melonjaknya harga kedelai di tingkat internasional. “Kondisi kedelai di dunia saat ini terjadi gangguan suplai,” katanya.

Oke mengatakan, Brasil terjadi penurunan produksi kedelai, di mana awalnya diprediksi mampu memproduksi 140 juta ton pada Januari, menurun menjadi 125 juta ton. Penurunan produksi ini berdampak pada kenaikan harga kedelai dunia. Penyebab lainnya yakni inflasi di Amerika Serikat yang men­capai 7 persen, yang berdampak pada kenaikan harga daripada input produk kedelai.

Diposting 21-02-2022.

Dia dalam berita ini...

Elly Rachmat Yasin

Anggota DPR-RI 2019-2024
Jawa Barat 5