Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali menuai kontroversi. Yang dihebohkan soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tahun 2022, tanpa memasukkan kata madrasah.
Dalam RUU Sisdiknas, penyebutan kata ‘madrasah’ dihapus. Padahal seharusnya, aturan terbaru memperkuat integrasi sekolah biasa dengan madrasah. Apalagi lembaga ini berperan penting dalam pendidikan nasional.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengingatkan Kemendikbudristek memahami konstitusi secara benar. Karena UUD 1945 secara eksplisit menyebutkan tujuan pendidikan nasional sangat terkait dengan agama dan terminologi keagamaan. Serta pentingnya satuan pendidikan keagamaan, seperti Madrasah dalam kontribusinya yang panjang terhadap pendidikan nasional.
“Penghapusan Madrasah dalam RUU Sisdiknas yang beredar tidak sesuai dengan teks dan spirit UUD NRI 1945 pasal 31 ayat 3 dan 5,” ujar Hidayat dalam keterangan tertulis, kemarin.
Hidayat menganggap wajar bila RUU Sisdiknas ditolak oleh Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI). Seharusnya Kemendikbudristek melalui RUU Sisdiknasnya memayungi, mengakui, dan mengembangkan seluruh bentuk satuan pendidikan yang diakui masyarakat dan negara.
“Bukan justru menghapuskan institusi Madrasah dan memperbesar diskriminasi antar satuan pendidikan tersebut,” keluh anggota Komisi VIII DPR ini.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS menganggap, tidak disebutkannya Madrasah merupakan langkah mundur ke tahun 1989. Atau kembali ke masa Orba, di mana dalam Undang-Undang Sisdiknas waktu itu (UU Nomor 2/1989) Madrasah bukan bagian dari satuan pendidikan Nasional.
Hidayat bilang, di era Reformasi, masalah tersebut sudah dikoreksi dengan hadirnya UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003. Dalam UU tersebut, Madrasah disebutkan sebagai bagian pendidikan formal.
Karenanya, dia berharap jika ada revisi UU Sisdiknas, maka itu dalam rangka menghadirkan keadilan dan posisi yang seimbang antara madrasah dan sekolah. Bukan justru menghapus Madrasah sebagai satuan pendidikan formal yang diakui oleh negara.
Hidayat menyebut, Madrasah berada di bawah Kementerian Agama, sementara Sekolah di bawah Kemendikbudristek dan Dinas Pendidikan Daerah. Tetapi Madrasah menghadirkan lembaga pendidikan berkualitas dan unggulan secara nasional seperti MAN Insan Cendekia.
Diakuinya, pendanaan Madrasah yang bersumber dari APBN tertinggal jauh dari Sekolah yang mendapatkan alokasi dari APBN dan APBD.
“Ini di antara masalah yang seharusnya diselesaikan melalui RUU Sisdiknas terbaru, bukan malah menghapus Madrasah,” kata dia dengan kesal.
Hidayat menilai, alasan Kemendikbudristek soal penghapusan tersebut agar penamaan jenjang pendidikan menjadi lebih fleksibel, hanya dibuat-dibuat.
Kebijakan itu menunjukkan Kemendikbudristek tidak memahami tujuan pendidikan dalam konstitusi juga sejarah UU soal Sistim Pendidikan Nasional.
Sebab, UU Sisdiknas yang digunakan sekarang adalah UU Nomor 20 tahun 2003 justru sudah sesuai Konstitusi karena mengakui eksistensi Madrasah. UU itu memasukkan unsur “bentuk lain yang sederajat” dalam tiap pasal mengenai bentuk pendidikan.
Jadi, tidak ada urgensi pengubahan nama satuan pendidikan di tengah banyaknya beragam persoalan pendidikan yang harus diselesaikan.
Insiden penghapusan madrasah dalam RUU Sisdiknas, lanjutnya, berakar dari Kemendikbudristek yang tidak mementingkan pendidikan keagamaan dan pentingnya ajaran agama (iman, takwa, dan akhlak mulia) sebagai tujuan pendidikan nasional. Sekalipun disebut sangat jelas di dalam UUD 1945.
Kejadian ini, sebutnya, mengingatkan kembali beberapa kontroversi yang sebelumnya dibuat oleh Kemendikbud. Seperti, hilangnya frasa agama dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035. Juga hilangnya frasa iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang Standar Pendidikan Nasional.
Hidayat ingin Kemendikbudristek fokus merampungkan masalah urgent. “Mengatasi dampak-dampak negatif dari Covid-19 terhadap pendidikan dan dunia pendidikan, yang dikhawatirkan oleh Guru, Siswa, Orang tua dan masyarakat umumnya,” kata dia.