Wakil Ketua Komisi X DPR RI Agustina Wilujeng menyampaikan program pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di kalangan guru menimbulkan kecemburuan, khususnya kepada para guru yang tidak lulus ujian, terkait dengan kesejahteraannya. Ia menegaskan, Komisi X DPR RI berkomitmen untuk mengupayakan yang terbaik guna meningkatkan kesejahteraan para guru.
“Kami berjuang untuk bagaimana pemerintah pusat melalui dana pendidikan 20 persen dari APBN itu memberikan kesejahteraan untuk guru yang tidak lolos PPPK tetap harus dipikirkan karena mereka pernah mengajar hari ini dalam pengelolaan yang saat ini kan masih banyak guru yang tadi belum dapat,” ujar Agustina usai memimpin kunjungan kerja spesifik Komisi X DPR RI ke Deli Serdang, Sumatera Utara, Senin (13/6/2022).
Meski demikian, ia mengapresiasi upaya yang dilakukan Bupati Deli Serdang dan jajarannya yang hingga saat ini menanggung kesejahteraan guru yang belum lolos PPPK dengan menyisihkan dana APBD, BOS ataupun lainnya. “Bagaimana itu diproses ketika APBD-nya enggak cukup? Ketua tim PKK itu pasti mengambil dana dari masyarakat. Tim penggerak PKK diminta untuk ikut mencari, bagaimana program pendidikan yang di luar sekolah dasar dan sekolah menengah yang formal, yang apa namanya reguler itu bisa tetap berjalan. Ini luar biasa,” apresiasi Agustina.
Kunjungan kerja spesifik Komisi X DPR RI ke Deli Serdang, Sumatera Utara tersebut menghasilkan beberapa catatan yang perlu untuk ditindaklanjuti seperti kesejahteraan guru PPPK dan implementasi Program Sekolah Penggerak (PSP). Agustina menilai, beberapa program yang digagas Mendikbud Ristek tersebut menimbulkan kecemburuan di kalangan para guru.
“Kita ke Deli Serdang melihat dari dekat proses belajar mengajar di tingkat pendidikan dasar di SD dan SMP sambil bertemu dengan seluruh stakeholder. Nah dari sini kita melihat bahwa program guru penggerak dan sekolah penggerak ternyata membuat kecemburuan yang luar biasa ini yang mungkin harus dipikirkan oleh kawan-kawan di Kemendikbud ada pemikiran kembali,” lanjut politisi PDI-Perjuangan tersebut.
Agustina pun berharap, implementasi dari kebijakan sekolah penggerak tidak pilih pilih sekolah dengan membuka keran seluas luasnya bagi semua sekolah yang hendak berpartisipasi, terlebih dana yang dianggarkan pemerintah untuk itu cukup besar, sehingga sekolah sekolah yang siap namun membutuhkan dana berkesempatan juga untuk mendapat bantuan tersebut.
“Mudah-mudahan pemerintah lebih konsen kepada amanat untuk program wajib belajar 9 tahun 3 mengalokasikan 20 persen APBN yang tahun ini ada Rp627 triliun itu lebih kepada menyelesaikan wajib belajar 9 tahun jadi anak-anak di usia sebelum 17 tahun,” pungkas legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah IV ini.
Program Sekolah Penggerak adalah program untuk meningkatkan kualitas belajar siswa yang terdiri dari 5 jenis intervensi untuk mengakselerasi sekolah bergerak 1-2 tahap lebih maju dalam kurun waktu 3 tahun ajaran. Kemendikbudristek pun telah membuka pendaftaran untuk kepala sekolah di provinsi dan kabupaten/kota yang telah terpilih untuk menyelenggarakan program Sekolah Penggerak. Kepala sekolah yang mendaftar akan diseleksi untuk kemudian ditetapkan oleh tim panelis.
Adapun keuntungan ketika menjadi sekolah penggerak yakni peningkatan mutu hasil belajar dalam kurun waktu 3 tahun, peningkatan kompetensi kepala sekolah dan guru, percepatan digitalisasi sekolah, kesempatan menjadi katalis perubahan bagi sekolah lain, percepatan pencapaian profil pelajar pancasila, mendapatkan pendampingan intensif, serta memperoleh tambahan anggaran untuk pembelian buku bagi pembelajaran dengan paradigma baru.