Anggota Komisi XI DPR RI Eriko Sotarduga menilai pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada tahun 2021 sudah mulai menggeliat. Dan dari informasi yang ia dapatkan, pada kuartal I tahun 2022 ini, pertumbuhan ekonomi Bali sudah semakin pulih dan bertumbuh baik. Bahkan bulan Juli ini kedatangan wisatawan mancanegara sudah mencapai 60 persen dari peak season. Sementara kunjungan wisatawan Nusantara sudah hampir 100 persen. Menurut Eriko, hal ini menjadi luar biasa, mengingat Bali juga akan menjadi lokasi KTT G20 mendatang. Diketahui pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan I 2022, sebesar 1,46 persen (year of year), lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja triwulan sebelumnya, sebesar 0,51 persen (yoy).
“Tahun 2020 ekonomi Bali minus yang cukup dalam, dan (pertumbuhan ekonomi) Indonesia terbawah, minusnya paling besar. Kami bergotong royong untuk mengembalikan ekonomi Bali kepada ekonomi yang sesungguhnya. Bahwa Bali itu pada dasarnya, jati dirinya memang dari masa lalu itu bergerak di bidang pertanian. Dan juga bergerak dalam seni, perupa, pelukis dan lain-lain,” kata Eriko usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi XI DPR RI dengan jajaran Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, BI, OJK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Himbara, Jamkrindo, Askrindo, serta perwakilan Pemerintah Kabupaten Gianyar, Jembrana dan Buleleng, di Nusa Dua, Bali, Senin (25/7/2022).
Politisi PDI-Perjuangan itu berharap, ke depannya Bali bukan hanya fokus pada sektor pariwisata, namun Bali harus tumbuh kepada jati dirinya, yakni bertransformasi untuk kembali ke sektor pertanian dan sektor seni yang berkualitas, baik itu lukisan, perupa, dan lain-lainnya. Menurut Eriko, hal ini yang Komisi XI DPR RI tanamkan kepada seluruh stakeholder di Bali, untuk tidak menjadikan pandemi Covid-19 ini menjadi yang akhir dari segalanya. Karena Eriko menilai pandemi ini juga memberikan nuansa positif untuk Bali bisa menjadi lebih baik ke depannya dan tidak bergantung hanya kepada sektor pariwisata.
“Dan kami berharap pariwisata Bali ke depan ini akan jauh lebih berkualitas. Banyak juga nanti sektor pariwisata yang menyangkut medis, dengan adanya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Sanur untuk nanti (mendukung) pertumbuhan (ekonomi), katakan wisatawan medis yang baik bagi Indonesia, khususnya di Bali. Kami semua, baik dari legislatif juga dari pemerintah daerah di Bali, maupun juga dari pemerintah pusat, berkeinginan membangkitkan Bali lebih baik ke depannya. Dan ini mentransformasi, menata Bali menjadi jati diri Bali yang sesungguhnya,” tegas legislator daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta II itu.
Eriko menuturkan, pada dasarnya pertanian Bali dari dulu terkenal dengan sistem subaknya sehingga memberikan hasil pertanian yang luar biasa. “Saya sampaikan, ada kopi yang rasanya nangka, itu ada di Kintamani, luar biasa. Bayangkan kopi rasanya nangka. Keunikan ini kita pertahankan, sehingga kualitas yang ditampilkan Bali ini berubah. Bukan kita hanya bicara mass product saja, tapi bicara kekhususan juga, bahwa Bali ini punya nilai tersendiri di mata internasional dan juga lokal. Bagaimana kita merasakan bahwa kita mempunyai Bali yang kita banggakan. Ini yang mau kita kembalikan. Bali kepada jati diri yang sesungguhnya, Bali yang memang Bali yang sebenarnya,” pungkas Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu.
Sebelumnya, Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengungkapkan, ekonomi Bali sudah menunjukkan tanda-tanda pemulihan sejak kuartal I tahun 2021. Momentum pemulihan Bali terlihat terus berlanjut, dan diperkirakan mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2022. Ekonomi Bali tahun 2022 diperkirakan tumbuh sebesar 3,1 hingga 3,6 persen. Hal ini seiring dengan mobilitas masyarakat yang meningkat selama libur Lebaran dan libur sekolah, kegiatan MICE yang meningkat sejak awal 2022, penyelenggaraan acara-acara G20 hingga pembukaan wisata internasional.
Sementara Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono menjelaskan, pandemi Covid-19 sangat berdampak pada pertumbuhan DPK di Bali, terlihat dari pertumbuhan DPK yang mengalami perlambatan sejak kuartal 2 tahun 2020 bahkan mengalami kontraksi sejak kuartal 3 tahun 2020 hingga kuartal 1 tahun 2021. Sejak kuartal 2 tahun 2021, masih kata Didik, hingga saat ini pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) mendekati pertumbuhan pra-pandemi. Namun demikian, seiring dengan kembali pulih sektor pariwisata di Bali, di sepanjang 2022 tren pertumbuhan DPK di Bali berangsur membaik.
“Porsi DPK Perbankan di Provinsi Bali per Juni 2022 sekitar 1,45 persen terhadap DPK Perbankan atau mengalami penurunan tipis secara year of year dari Juni 2021 (porsi 1,46 persen). Membaiknya pertumbuhan DPK Bali per Juni 2022 lebih ditopang oleh pertumbuhan dana murah Giro dan Tabungan dengan porsi sekitar 69,3 persen dari total DPK atau setara Rp76,5 triliun di Juni 2022. Berbeda dengan periode tahun sebelumnya, periode Juni 2022 jenis Deposito mengalami kontraksi minus 6,3 persen yoy,” jelas Didik.
Dan untuk dukungan kebijakan LPS selama pandemi Covid-19, urai Didik, salah satunya relaksasi pengenaan denda keterlambatan pembayaran premi penjaminan, dengan denda sebesar 0 persen, yang berlaku selama 3 periode, dari periode 2 tahun 2020 sampai dengan periode 2 tahun 2021. Untuk mendukung momentum pemulihan ekonomi nasional sebagai bagian dari sinergi kebijakan KSSK, LPS memperpanjang kebijakan relaksasi denda premi selama 2 periode (periode 1 tahun 2022 dan periode 2 tahun 2022). “Kebijakan tersebut diharapkan dapat memberikan ruang bagi bank untuk mengelola likuiditasnya,” harap Didik.