Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan mendesak pemerintah untuk mempercepat realisasi anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Realisasi anggaran tersebut diprioritaskan terutama untuk menjamin pasokan bahan pangan yang mencukupi, murah, dan mudah diakses. Lalu, menopang daya beli masyarakat berpenghasilan rendah melalui distribusi Bansos secara tepat dan cepat.
“Realisasi anggaran Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) yang hingga 22 Juli 2022 baru mencapai Rp146,7 triliun atau 32,2 persen dari pagu yang dialokasikan yakni Rp455,6 triliun,” kata politisi yang kerap disapa Hergun itu kepada awak media, Jumat (5/8/2022).
Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis tingkat inflasi pada Juli 2022 mencapai 0,64 persen (mom) dan 4,94 persen (yoy). Tingkat inflasi secara tahunan merupakan inflasi tertinggi sejak Oktober 2015 yang mencapai 6,25 persen. Karena itu, Hergun mendorong pemerintah dan Bank Indonesia agar memperkuat koordinasi untuk mengatasi merambatnya inflasi.
Bauran antara kebijakan fiskal dan moneter yang tepat diyakini akan mampu mempertahankan tingkat inflasi pada rentang yang moderat dan terukur. Idealnya, kata Hergun, pada periode Semeter I-2022 realisasi PC-PEN sudah mencapai 50 persen, sehingga pada Semester II tidak menumpuk. Masih rendahnya realisasi PEN dikhawatirkan akan mengulang realisasi tahun lalu yang tidak optimal, yakni hanya 88,4 persen.
“Realisasi PC-PEN perlu lebih didorong agar terserap lebih optimal, terutama program perlindungan sosial karena akan dijadikan bantalan untuk menopang daya beli masyarakat yang berpenghasilan rendah,” tegas politisi Partai Gerindra tersebut.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini juga mengingatkan, sejatinya tingkat inflasi yang hampir menyentuh angka 5 persen sudah melebihi target yang ditetapkan dalam APBN 2022 yaitu pada rentang 2 persen hingga 4 persen. Namun, menurutnya, Bank Indonesia perlu mengkaji lebih mendalam bila ingin menaikkan suku bunga. Hal tersebut mengingat tingkat inflasi Indonesia yang masih lebih rendah dibanding negara-negara maju yang sudah menaikkan suku bunganya.
“Misalnya, Amerika Serikat tingkat inflasinya sudah mencapai 9,1 persen pada Juni 2022. Maka, suku bunga The Fed dinaikkan dari 0,25 persen menjadi 2,25 persen hingga 2,50 persen. Lalu, Inggris tingkat inflasinya mencapai 9,4 persen, maka suku bunga Bank of England dinaikkan dari 0,1 persen menjadi 1,2 persen,” paparnya.
Hergun juga menegaskan, pertumbuhan ekonomi di Amerika dan Inggris juga sudah mencapai pada titik optimal pasca terpuruk saat Pandemi Covid-19. Hal itu tercermin dari pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada kuartal II-2020 yang terkontraksi hingga 9,10 persen (yoy). Lalu pada kuartal II-2021 melesat tumbuh positif hingga 13,40 persen (yoy).
“Lalu, pertumbuhan ekonomi Inggris pada kuartal II-2020 terkontraksi hingga 21,10 persen (yoy). Namun, pada periode yang sama 2021 membalikkan keadaan menjadi tumbuh positif hingga 24,50 persen (yoy),” tegasnya. Ia menyimpulkan, tingginya pertumbuhan ekonomi di kedua negara tersebut mengerek naik tingkat inflasi dari sisi permintaan. Keadaan diperparah dengan terganggunya rantai pasok sehingga mengerek inflasi dari sisi penawaran.
“Berbeda dengan Indonesia yang pertumbuhan ekonomi tertinggi hanya tercapai pada level 7,16 persen pada kuartal II 2021. Sehingga bagi Indonesia masih perlu mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain melalui suku bunga bank sentral yang rendah,” tambah legislator daerah pemilihan Jawa Barat IV tersebut.