ANGGOTA Komisi VI DPR RI Rudi Hartono Bangun menyoroti kinerja sejumlah perusahaan Badan Usaha Milik Negara.
Pertama, PT Perkebunan Nusantara I (PTPN I) yang dinilainya terus merugi, padahal luas lahan sawitnya mencapai 23.000 hektare.
Menurutnya, ada kesalahan dalam sistem manajemen perusahaan pelat merah itu. Oleh karena itu, Rudi meminta pihak PTPN I untuk mencari tahu apa penyebab kerugiannya, apalagi di tengah harga Tandan Buah Segar (TBS) yang kembali menggeliat, kendati sempat mengalami penurunan harga.
Hal tersebut dikemukakan Rudi usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi VI DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dengan jajaran Eselon I Kementerian BUMN, Direksi PT Pupuk Indonesia (Persero), perwakilan Direksi PT Pupuk Iskandar Muda, Direksi PT PTPN III (Persero) (Holding), Direksi PT PTPN I, Direksi PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, Direksi PT Hutama Karya (Persero), Direksi PT Adhi Karya (Persero), Direksi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, di Banda Aceh, Aceh, Selasa (9/8).
"Bagaimana manajemen mereka (PTPN I) ini, ada saya lihat dan saya duga ada yang ketidakberesan dengan manajemen mereka, baik di tingkat direksi ataupun administrasinya, karena pembandingnya adalah swasta. Yang swasta saja punya lahan, misalnya 10 hektare sampai 100 hektare, mereka untung, kenapa mereka (PTPN I) dengan luas lahan 23.000 hektare kok rugi? Nah itu yang kita sorot-in dan kita minta jawaban dari mereka,” tandas Rudi.
Rudi juga menyoroti kinerja PT Adhi Karya yang dinilainya belum maksimal dalam meraup keuntungan.
Menurutnya, perusahaan pelat merah yang dipimpin Direktur Utama (Dirut) Entus Asnawi Mukhson itu telah menjalankan proyek bernilai triliunan rupiah, namun hanya bisa untung bersih sebesar Rp36 miliar pada tahun 2021.
Ia pun menduga terdapat laba dan keuntungan perusahaan yang tidak dimasukkan ke laporan keuangan.
“Mereka punya untung dengan aset yang sudah puluhan triliun, tapi untungnya Rp36 miliar, sementara BUMN yang lain bisa mencapai (untung) ratusan miliar," katanya.
"Apakah juga termasuk KSO (kerja sama operasi) dengan perusahaan swasta yang banyak dilakukan Adhi Karya, laba dan pendapatannya tidak dimasukan ke laba perusahaan? Sehingga dicantumkan di neraca laba dan rugi Adhi Karya dalam tahun 2021 hanya memperoleh laba Rp36 miliar?” tanya politikus Partai NasDem tersebut.
“Dan belum lagi laba anak usaha Adhi Persada Properti yang (proyeknya) mencapai ratusan triliun, apakah laba usahanya enggak dimasukkan dan dilaporkan ke neraca Adhi Karya dan apakah negara tidak mendapat deviden dan pajak dari Adhi Karya dan anak cucu perusahaannya? Ini yang kita pertanyakan juga dengan manajemen atau direksinya, bagaimana mereka mempola atau mengaturnya itu," tegas Rudi.
Rudi menyarankan agar BUMN yang menjadi mitra kerja Komisi VI DPR RI dapat memiliki keseriusan dalam mengelola aset negara, dimana aset-aset ini milik rakyat, dan negara butuh deviden pajak dari BUMN untuk membiayai operasional negara.
“Juga untuk biaya gaji seluruh instansi dan infrastrukturnya. Jadi kalau BUMN merugi, negara ini pakai apa nanti ya bayar utangnya? (Negara) bisa kolaps,” pesan Rudi.
Terakhir, Rudi meminta agar harga pupuk yang diproduksi perusahaan BUMN menjadi murah dan mudah didapat oleh petani. Mengingat, saat ini masyarakat susah menjangkau pupuk yang murah dan mudah.
"Jadi kita minta ke Pupuk Indonesia, agar bisa pupuk subsidi juga yang terjangkau dan stoknya ada. sekarang ini masalah mereka kesulitan dengan harga mahal dan stoknya tidak ada,” tandas legislator dapil Sumatera Utara III itu.