Presiden RI Joko Widodo telah menyampaikan Pidato Pengantar RUU APBN 2023 beserta Nota Keuangannya saat Rapat Paripurna DPR RI Pembukaan Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023 di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2022). Menanggapi pidato tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin menyatakan agar APBN 2023 harus responsif dalam menghadapi situasi ketidakpastian.
“APBN harus didesain secara fleksibel dan responsif untuk mengantisipasi dan meredam gejolak yang mungkin terjadi. Baik akibat pandemi, tensi geopolitik yang masih berlanjut, kenaikan inflasi global, maupun ketidakpastian harga komoditas global. Karena APBN tetap harus menjadi tumpuan untuk mempercepat pemulihan ekonomi, menjaga daya beli masyarakat, dan mengendalikan inflasi, hingga mendorong upaya reformasi struktural,” ungkap Puteri dalam keterangan persnya yang diterima Parlementaria, Kamis (19/8/2022).
Presiden Jokowi menyebutkan APBN 2023 akan fokus pada lima agenda utama yaitu penguatan kualitas SDM, akselerasi pembangunan infrastruktur, pemantapan reformasi birokrasi dan penyederhanaan regulasi, pelaksanaan revitalisasi industri, dan pembangunan dan pengembangan ekonomi hijau.
“Tahun depan memang APBN perlu kita sehatkan untuk kembali kepada disiplin fiskal, dengan batas maksimal defisit anggaran sebesar 3 persen sesuai Undang-Undang Keuangan Negara. Artinya, dengan kondisi ruang fiskal yang tidak selebar sebelumnya, maka penentuan prioritas belanja negara juga harus semakin selektif dan hati-hati,” tutur politisi Partai Golkar itu. Selain itu, Puteri juga mendorong pemerintah agar segera melakukan reformasi dalam kebijakan subsidi energi sebagai upaya untuk mengantisipasi tekanan pada APBN.
“Sehingga, subsidi ini menjadi semakin tepat sasaran. Yaitu, menyasar kelompok masyarakat yang memang membutuhkan, sekaligus menutup kebocoran penggunaan subsidi yang hanya semakin membebani APBN. Karena itu, persoalan data penerima hingga mekanisme penyalurannya menjadi hal krusial yang perlu segera dibenahi. Termasuk agar mengintegrasikan data penerima subsidi ini dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk meminimalisir error di lapangan,” jelas Puteri.
Menutup keterangannya, legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat VII ini berpesan agar nantinya pemerintah terus mengoptimalkan implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) guna mengejar target penerimaan negara.
“Memang kemungkinan kita tidak lagi mendapatkan berkah dari kenaikan komoditas global terhadap setoran penerimaan negara seperti yang terjadi tahun ini. Sehingga dapat berdampak pada penerimaan pajak dari komoditas di tahun depan. Makanya, UU ini harapannya bisa bekerja optimal untuk tingkatkan kepatuhan dan perluasan basis pajak. Yang tentu tujuannya untuk meningkatkan rasio perpajakan kita,” tutup Puteri.