ANGGOTA Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema menyatakan penting adanya pelibatan masyarakat sekitar dalam pariwisata Taman Nasional (TN) Komodo.
Menurutnya, dalam pariwisata taman nasional terutama TN Komodo terdapat dua kata kunci, yakni pariwisata berbasis komunitas dan pariwisata berbasis konservasi. Untuk itu, ia menilai perlu adanya konservasi berbasis komunitas dalam pengelolaan wisata TN Komodo.
“Jadi bicara pariwisata di taman nasional, itu apalagi di Taman Nasional Komodo, kata kuncinya itu adalah pariwisata berbasis komunitas dan yang kedua pariwisata berbasis konservasi. Jadi ada kata kunci pelibatan partisipatoris masyarakat,” kata Ansy Lema, sapaan akrabnya, seusai mengikuti Rapat Dengar Pendapat Komisi IV dengan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (22/8).
Ansy Lema menyatakan bahwa profit oleh korporasi itu merupakan hal yang biasa, tetapi benefit untuk masyarakat Nusa Tenggara Timur juga menjadi hal yang cukup penting. Masyarakat yang hidup dari Taman Nasional Komodo juga dinilai punya kepentingan untuk menjaga konservasi.
“Silakan ada bisnis di Taman Nasional, karena ada pariwisata di sana. Tapi jangan semata-mata korporasi mendapatkan profit, lalu kemudian masyarakat dipinggirkan atau dimarjinalkan,” tegas politikus PDI-Perjuangan ini.
“Kalau alamnya, habitatnya, ekosistemnya lestari, terjaga baik, konservasi berjalan, mereka juga akan hidup dari sana. Tetapi kalau seandainya konservasi ini rusak alamnya, rusak ekosistemnya terancam, tentu ini juga akan merugikan masyarakat," jelasnya.
"Jadi salah kalau menganggap bahwa masyarakat tidak punya kepentingan terhadap pelestarian habitat ekosistem dan kepentingan konservasi ini. Masyarakat berkepentingan karena mereka hanya hidup dari konservasi ini. Maka ya konservasi berbasis komunitas itu perlu sekali,” ujar Ansy Lema.
Ansy Lema juga menyoroti adanya monopoli yang dilakukan oleh satu korporasi terhadap pariwisata Taman Nasional Komodo.
Ia menilai ada pesan kuat adanya monopoli yang dilakukan oleh pihak tertentu atas adanya tarif paket wisata Taman Nasional Komodo. Dan ini yang dikritisi oleh Pimpinan dan Anggota Komisi IV DPR RI.
“Monopoli (bisnis) itu secara undang-undang tidak bisa dibenarkan, ada undang-undang anti monopoli, ada undang-undang menyangkut persaingan usaha yang sehat, bahkan lembaga negara ada yang namanya KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Karena itu, tidak bisa kemudian ada satu pihak, korporasi atau perusahaan yang memonopoli, yang menjual paket wisata ke sejumlah destinasi itu. Itulah yang sebenarnya merupakan pangkal kritik dari masyarakat dan pelaku pariwisata,” tutur Ansy Lema.
Legislator daerah pemilihan (dapil) Nusa Tenggara Timur II itu pun menegaskan mengenai hasil kesimpulan dari Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR RI dengan Sekjen KLHK dan Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.
Komisi IV DPR RI meminta KLHK untuk memberikan keterangan terkait dengan lokus kewenangan yang ada di KLHK atas Taman Nasional Komodo, dan yang kedua bahwa harus ada kajian ilmiah yang komprehensif untuk menentukan kebijakan atas kenaikan tarif pariwisata Taman Nasional Komodo.
“Yang pertama itu menegaskan bahwa lokus wewenang dan tanggung jawab (TN Komodo) itu ada di KLHK. Yang kedua KLHK harus mengkaji ulang dasar kenaikan tarif ini. Dasar kenaikan tarif itu harus berdasarkan kebutuhan berapa per tahun dana konservasi itu dibutuhkan untuk Taman Nasional Komodo? Lalu sumber pendanaannya dari mana? Lalu dana konservasi yang dipakai untuk per tahun itu digunakan untuk item-item apa saja? Dan ini semua harus bisa dijelaskan secara terbuka kepada DPR,” kata Ansy Lema.