Wakil ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi kembali menegaskan, tidak ada paksaan bagi sekolah untuk menjalani kurikulum tertentu. Kebijakan kurikulum sepenuhnya disesuaikan dengan kondisi sekolah.
"Tidak ada paksaan untuk menjalani satu kurikulum tertentu. Tapi, lebih menyerahkan kurikulum yang sesuai dengan kondisi sekolahnya. Kalau dirasa tidak mampu dengan kurikulum yang baru, bisa menjalankan kurikulum yang lama," tegas Dede dalam pertemuan dengan Pejabat Gubernur Gorontalo dan stakeholder di Gorontalo, Senin (24/10).
Politisi dari Fraksi Partai Demokrat ini menjelaskan bahwa pihaknya banyak menerima masukan dari sekolah dan kampus kesulitan-kesulitan yang dialami dalam menjalani atau mengkondisikan diri dengan kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka.
Meski demikian menurutnya, kurikulum apa pun, output-nya tidak bisa langsung dilihat dalam waktu 1-2 tahun, minimal 10 tahun. Namun, jika memang di lapangan ditemukan banyak kesulitan, Dede meyakini pihaknya pasti akan mendorong untuk mengevaluasi hal tersebut.
"Untuk Kampus Merdeka sendiri, payung hukumnya memang belum jelas. Dalam Undang-undang tidak dicantumkan kampus merdeka. Namun, untuk sekolah penggerak, guru penggerak idenya cukup baik, walaupun masih butuh peraturan turunannya. Bisa berupa PP (peraturan pemerintah) dan Perpres atau Permendikbud untuk lebih menguatkan," paparnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Anggota Komisi X DPR RI Johar Arifin. Politisi dari Fraksi Partai Gerindra ini mengungkapkan, tidak wajib dijalankan model-model kurikulum yang dikeluarkan pusat, kalau memang tidak sesuai dan belum siap dengan kondisi sekolah masing-masing.