Anggota Komisi X DPR RI Muhammad Nur Purnamasidi menilai pengangkatan satu juta Guru dan Tenaga Kependidikan (GTk) PPPK tidak memiliki perencanaan yang matang. Pasalnya, Program GTK PPPK tersebut hingga kini belum selesai dan masih memiliki banyak masalah.
“Kelihatannya dari situasi yang makin hari makin ruwet ini berarti memang (pemerintah) tidak ada visi yang sama dalam memberikan solusi pengangkatan PPPK yang paling efektif itu apa,” ujar Purnamasidi kepada Parlementaria, di sela Rapat Kerja Kemendikbudristek RI di Gedung Nusantara I, DPR RI Senayan, Jakarta, Kamis (3/11/2022).
Selain itu, dirinya menilai bahwa dalam pelaksanaan seleksi GTK PPPK ini koordinasi antar-stakeholder masih kurang. Sebab, pelaksanaan seleksi tersebut melibatkan banyak kementerian/lembaga seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian PAN-RB, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian keuangan, dan juga pemerintah daerah.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa saat ini pemerintah telah memutuskan bahwa peserta yang telah dinyatakan lulus passing grade (Prioritas 1/P1) diturunkan grade-nya menjadi Prioritas 2 (P2). Padahal, P2 adalah grade bagi para peserta yang belum lulus ujian seleksi PPPK. Hal itu disebabkan karena tidak adanya formasi bagi GTK di daerah.
“Kebijakan penurunan grade itu seharusnya tidak boleh terjadi. Karena kesalahan tidak ada koordinasi yang cukup antara stakeholder akhirnya diturunkan ke grade P2 dan masih akan dicarikan formasinya. Itu berarti memang tidak ada perencanaan,” tegasnya.
Berdasarkan informasi yang diterimanya dari Kemendikbudristek, peserta P2 ini nantinya akan dites kembali berdasarkan kemampuan yang dinilai oleh beberapa pihak, mulai dari kepala sekolah, pengawas sekolah, hingga guru senior di calon sekolah penempatannya masing-masing. Penilaian tersebut juga akan memperhatikan kompetensi lain di luar mata pelajaran utama yang dikuasai para peserta P2 ini.
“Misalnya, kompentensi peserta P2 itu pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris. Nanti saat dikasih penilaian kompetensinya bisa juga ternyata dia sebagai guru Matematika atau mungkin juga tenaga administrasi di sekolah tersebut. Jadi, penilaian itu sangat subjektif ketika dia turun grade-nya ke P2,”imbuhnya
Dirinya pun mempertanyakan alasan awalnya pemerintah pusat memberikan kesempatan ke pemerintah daerah untuk menetapkan kuota. Namun, di saat kuota tersebut sudah diberikan pemerintah daerah malah sekarang pemerintah daerah itu sendiri tidak dapat menyerapnya.
“Kenapa malah formasi yang telah ditetapkan lebih kecil daripada kuota? Ini mengindikasikan bahwa pemerintah saat membuat kuota tersebut tidak berdasarkan data di lapangan. Bisa juga karena pada akhirnya pemerintah pusat pun juga tidak menyiapkan infrastruktur anggaran yang dibutuhkan oleh daerah untuk menggaji sekaligus memberikan tunjangan,” terka legislator dapil Jawa Timur IV itu.
Dia menegaskan kunci menyelesaikan masalah seleksi GTK PPPK ini ada di hulu, yaitu menyinkronkan antara kuota dengan jumlah formasi, selain daripada anggaran yang dibutuhkan pemerintah pusat harus ini benar-benar disiapkan.
“Padahal kan menurut kita pendidikan itu adalah investasi Sumber Daya Manusia (SDM). Nah kalau nggak kita investasikan dari sekarang maka kita yakin 5-10 tahun yang akan datang SDM kita indeksnya pasti akan turun,” tutup Purnamasidi.