Anggota Komisi I DPR TB. Hasanuddin menilai, tuntutan massa agar Presiden Jokowi mundur tidak bijaksana. Walaupun demonstrasi sebagai salah satu bentuk kebebasan dalam negara demokrasi.
Massa yang mengklaim sebagai pembela rakyat itu, kata TB sulit diterima secara logika, mengingat Presiden tidak bisa diturunkan dengan cara demonstrasi turun ke jalan.
"Ada mekanisme konstitusi yang mengatur pemakzulkan Presiden," ungkap TB. Hasanuddin.
Salah satu mekanisme yang harus ditempuh, menurut bekas Sekretaris Militer itu adalah, DPR harus menyampaikan Hak Menyatakan Pendapat (HMP) untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di dalam atau luar negeri.
Misalnya, kata ia, dugaan presiden dan/atau presiden melakukan penghianatan kepada negara layak korupsi, penyuapan, maupun tindakan tercela (UU MD3, Pasal 79 ayat 4).
"Hak menyatakan pendapat ini diusulkan oleh minimal 25 orang anggota DPR," katanya.
Bila memenuhi persyaratan administrasi dapat dilanjutkan dalam sidang paripurna DPR. Keputusan Sidang Paripurna itu akan sah bila dihadiri oleh minimal 2/3 dari jumlah anggota DPR dan minimal 2/3 dari jumlah yang menyetujinya (UU MD3, pasal 210 ayat 1 dan 3).
Apabila keputusan itu disetujui, maka wajib dibentuk Panitia Khusus (Pansus) yang anggotany terdiri dari unsur fraksi di DPR (UU MD3, pasal 212 ayat 2).
Setelah Pansus bekerja selama paling lama 60 hari, hasilnya kemudian dilaporkan dalam rapat paripurna DPR.
"Maka jika melihat konstalasi politik dan juga kesalahan yang dilakukan Jokowi saat ini, tidak ada alasan untuk melakukan sidang Paripurna Pemakzulkan," katanya.
Diberitakan sebelumnya, ratusan orang dari GNPR melakukan aksi demonstrasi pada Jum"at (4/11) di dekat Istana Presiden, Jakarta. Mereka menyampaikan tiga tuntunan kepada pemerintah yaitu turunkan harga BBM, Harga Kebutuhan pokok turun, dan meminta hukum ditegakkan secara adil.