Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari menilai pasal-pasal penghinaan terhadap lembaga negara dan penguasa umum dalam RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) akan berpotensi menjadi masalah jika tidak diberikan batasan ketat. Untuk itu, Taufik mengusulkan agar frasa 'penghinaan' dalam pasal-pasal tersebut dibatasi menjadi frasa 'fitnah', yakni 'tuduhan yang diketahuinya tidak benar'. Sehingga pembuktiannya bisa dilakukan dengan ukuran yang obyektif.
"Kalau masih menggunakan frasa 'penghinaan' maka ukurannya akan menjadi subyektif. Sehingga dapat disalahgunakan untuk kepentingan penguasa yang anti-kritik," ujar Taufik saat rapat pembahasan RUU KUHP antara Komisi III DPR RI dengan pemerintah, di Ruang Rapat Komisi III, Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Senayan, Jakarta, Rabu (9/11/2022).
Legislator NasDem itu tidak ingin ada pasal dalam RUU KUHP yang berpotensi membahayakan kehidupan demokrasi, ataupun dapat menjadi alat bagi kekuasaan untuk menjadi otoriter dan anti-demokrasi.
"Karena itu, jika memang pasal-pasal tersebut tidak dapat dihapus, setidaknya saya harap dalam pembahasan tanggal 21 November nanti pemerintah dan DPR dapat mengakomodasi masukan yang saya sampaikan," tandas Taufik.
Diketahui, berdasarkan draf RUU KUHP yang diserahkan pemerintah, pasal yang masih dipertahankan dari draf RUU KUHP sebelumnya adalah pasal penghinaan kepada kekuasaan umum atau lembaga negara.
Pasal 349 ayat 1 berbunyi "Setiap Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II”. Dalam penjelasan RUU tersebut disebutkan, yang dimaksud dengan 'kekuasaan umum atau lembaga negara' antara lain DPR, DPRD, Polri, kejaksaan, atau pemerintah daerah.