Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menegaskan pihaknya akan mendorong adanya koordinasi antar stakeholder terkait pengelolaan sawit di Sumatera Utara. Stakeholder tersebut mulai dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), para asosiasi petani kelapa sawit, hingga Kementerian dan Lembaga (K/L). Koordinasi tersebut diperlukan terkait adanya dugaan tumpang tindih kebijakan perizinan dan pengelolaan lahan wilayah tersebut. Oleh karena, Anis menilai program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) mempunyai peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan para petani sawit di Indonesia.
“Kami ingin menyoroti lebih dalam terkait permasalahan dan kendala dari BPDPKS di Sumatera Utara dalam meningkatkan kinerja kelapa sawit. Di antaranya yang tadi sempat disampaikan oleh asosiasi (petani sawit) adalah tumpang tindihnya regulasi di pusat, terkait dengan perizinan termasuk juga persoalan lahan,” jelas Anis saat ditemui Parlementaria usai pertemuan BPDPKS dan Asosiasi petani kelapa sawit dalam Kunjungan Kerja Komisi XI di Sumatera Utara, Medan, Jumat (18/11/2022).
Disampaikan Anis, permintaan fasilitasi koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait dengan penggunaan lahan kelapa sawit ini menjadi urgensi utama yang disampaikan langsung oleh asosiasi petani yang hadir di pertemuan tersebut. Termasuk juga mengenai tumpang tindih kebijakan mengenai penggunaan lahan hutan.
“Di lapangan, ternyata begitu banyak hal yang menjadi kendala yang justru menyulitkan para petani ini maupun para pengelola sawit. Salah satunya adalah (surat keterangan di luar) kawasan hutan ini (yang) menjadi salah satu syarat (untuk mendapatkan Program PSR). Ketika petani sudah menanam dan merekah, tiba-tiba dikatakan bahwa tanah itu masuk kawasan hutan. Ini sangat merugikan petani (sawit),” jelas Politisi Fraksi PKS ini.
Diketahui, capaian target Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) baru sebesar 65,96 persen. BPDPKS sampaikan salah satu kendala pencapaian disebabkan peliknya persyaratan, yaitu surat keterangan tidak berada di kawasan hutan, tidak berada di kawasan lindung gambut, dan tidak ada tumpang tindih dengan HGU lain. Persyaratan tersebut sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3 Tahun 2022.
Hal tersebut juga yang, menurut Anis, perlu dikoordinasikan dengan kementerian terkait antara lain Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Badan Pertanahan Nasional. “Jadi, banyak harapan yang disampaikan pada komisi XI untuk lebih meningkatkan ataupun mengkoordinasikan (dengan Lembaga dan kementerian terkait),” tutupnya.