Komisi VII DPR berdasarkan ketetapan di Paripurna DPR RI yakni melakukan pembahasan terhadap Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (EBT).
Namun demikian hingga hari ini untuk diketahui baik dari DPD RI maupun perwakilan pemerintah bahwa Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pemerintah belum juga menyampaikan DIM terkait RUU tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut Komisi VII DPR RI saat Rapat Kerja (Raker) mendesak pemerintah sebagai wakil dari Presiden Republik Indonesia agar segera menyampaikan DIM dan juga mengkaji RUU EBT ini tidak akan cacat formil.
Raker bersama Menteri ESDM, Menteri Keuangan, Menteri LHK, Mendikbud Ristek, Menteri BUMN, Menteri Hukum dan Ham, Pimpinan Komite II DPD RI tersebut dalam rangka pengantar musyawarah pembahasan tingkat I RUU Energi Baru Terbarukan EBT di Gedung Nusantara I Parlemen Senayan, Selasa, (29/11/2022).
Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin mengatakan bahwa pengelolaan EBT harus memberikan manfaat sebesar-besarnya terhadap kemakmuran rakyat Indonesia sesuai amanat pasal 33 undang-undang Dasar 1945.
"EBT penting untuk menciptakan iklim yang positif, maka tentu kita harus menepikan ego sektoral dari masing-masing lembaga demi terselesaikannya RUU ini," beber Mukhtarudin saat dihubungi Wartawan.
Mukhtarudin juga mengajak semua pihak terutama bagi para pemangku kebijakan terkait energi baru terbarukan untuk bersama-sama mendukung penyelesaian RUU ini menjadi undang-undang.
Sebab menurut Mukhtarudin, pengembangan energi baru dan energi terbarukan di Indonesia itu sejalan dengan potensi Indonesia sebagai negara kepulauan beriklim tropis yang memiliki berbagai sumber energi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Diketahui, penyusunan RUU EBT inisiatif dari Komisi VII DPR ini sejalan dengan komitmen Pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo pada Paris agreement yang sudah diratifikasi melalui undang-undang nomor 16 tahun 2016 sebagai upaya menurunkan emisi yang mempengaruhi pemanasan global
Komitmen tersebut tertuang dalam (Nationally Determined Contribution/NDC) Indonesia untuk pengurangan emisi sebesar 29% hingga tahun 2030 dengan pembiayaan sendiri dan 40, 1% dengan dukungan internasional.
Politisi Golkar Dapil Kalimantan Tengah ini mengatakan RUU EBT mempunyai arti penting karena sangat dibutuhkan untuk perbaikan tata kelola energi baru dan energi terbarukan di Indonesia.
Sesuai amanat undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 sebagaimana yang diketahui bahwa undang-undang nomor 30 tahun 2007 tentang energi telah mewajibkan pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan
Dengan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada dengan tetap mempertimbangkan aspek teknologi sosial ekonomi konservasi dan lingkungan serta memprioritaskan pemenuhan kebutuhan energi domestik guna mencapai ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Mukhtarudin bilang selain diorientasikan untuk menciptakan kegiatan usaha energi baru dan energi terbarukan yang mandiri handal transparan berdaya saing efisien dan berwawasan pelestarian lingkungan serta mendorong perkembangan potensi dan peranan pelaku ekonomi dalam negeri.
"Jadi saya kira RUU EBT ini wujudnya kedaulatan ketahanan dan kemandirian energi nasional," pungkas Mukhtarudin.