Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi mengatakan bahan baku industri pengolahan susu (IPS) nasional masih didominasi impor. Karena itu, ia menilai perlu terobosan baru guna meningkatkan produktivitas susu dalam negeri.
Hal itu disampaikannya dalam Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI di PT Greenfields Indonesia, Malang, Jawa Timur, Jumat (3/12/2022). Turut hadir dalam pertemuan Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika serta Direktur Utama PT Greenfields Indonesia Darmanto Setyawan.
"Perlu satu terobosan terkait peningkatan minat untuk beternak karena bahan baku susu pertama adalah dari sapi perah itu sendiri, sehingga tidak ada disparitas antara supply and demand. Jadi kebutuhan kita makin hari meningkat tetapi kapasitas kita untuk menyiapkan bahan baku industri susu semakin menurun," ungkap Bambang.
Diketahui, kebutuhan susu di Indonesia saat ini masih bertumpu pada impor. Kebutuhan bahan baku IPS selama 5 (lima) tahun terakhir rata-rata tumbuh 6%, sedangkan produksi Susu Segar Dalam Negeri (SSDN) dalam kurun waktu yang sama hanya tumbuh 1%.
Pada tahun 2021, kebutuhan bahan baku susu industri pengolahan susu (IPS) tercatat sebesar 4,19 juta ton (setara susu segar), dengan pasokan bahan baku susu dalam negeri sebesar 0,87 juta ton (21%), dan sisanya sebesar 3,32 juta ton (79%) masih diimpor dari berbagai negara dalam bentuk: skim milk, whole milk, anhydrous milk fat, butter milk, dan whey.
"Kontribusi bahan baku susu segar dalam negeri terus menurun setiap tahunnya, yaitu dari 25% di tahun 2017 menjadi 21% di tahun 2021," sambung Bambang. Ketergantungan bahan baku susu impor ini dinilai Bambang akan cukup rawan terhadap daya saing dan keberlanjutan industri di dalam negeri. Mengingat saat ini harga bahan baku susu impor terus meningkat khususnya dalam 2 tahun terakhir.
Politisi dari F-Partai Gerindra ini juga mendorong adanya sinergitas antara Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian hingga Kementerian KLHK untuk pemanfaatan lahan tidur guna meningkatkan produksi susu dalam negeri. Tercatat ada 84 perusahaan industri pengolahan susu (IPS) dan turunannya. Namun, dari 84 perusahaan tersebut, baru 14 perusahaan termasuk PT Greenfields Indonesia yang bermitra dengan koperasi atau peternak sapi perah.
Komisi VII DPR RI juga mendalami persoalan dan masalah yang dihadapi PT Greenfields Indonesia khususnya pada sektor perindustrian. Salah satu kendala yang mengemuka yakni wabah PMK yang turut berkontribusi terhadap penurunan produksi susu sapi segar. Disebutkan, volume pembuatan susu berkurang 30-40 persen dari produksi normal akibat wabah PMK.
"Nah inilah yang menjadi PR kita bersama, akan kita rumuskan tidak serta merta kita buka kran impor sebesarnya tetapi kita juga harus memikirkan bagaimana kebutuhan dalam negeri bisa terpenuhi dengan tetap mengutamakan pengelolaan bahan baku dalam negeri," tandasnya.
PT Greenfields Indonesia merupakan perusahaan susu terbesar di Asia Tenggara yang memproduksi susu segar di peternakan dan memiliki fasilitas pemrosesan terintegrasi milik sendiri yang didirikan sejak tahun 1997. Hingga kini, peternakan sapi perah PT Greenfields Indonesia memiliki populasi sapi lebih dari 10.000 sapi Holstein dan Jersey yang menghasilkan lebih dari 43,5 juta liter susu segar setiap tahunnya dengan memasok pasar domestik dan luar negeri.