Komisi VI DPR RI mengapresiasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) yang telah menindaklanjuti hasil RDP komisi VI dengan BPKN RI pada tanggal 3 November 2022 terkait pembentukan posko pengaduan dan pembentukan tim pencari fakta (TPF) BPKN pada Kasus Gagal Ginjal Progresif Atipikal Pada Anak (GGAPA) pada Anak. Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung saat menerima Kepala BPKN di Nusantara I, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Selain pembentukan TPF BKN, Komisi VI DPR, lanjut Martin, juga meminta BPKN untuk melaksanakan advokasi dan tugas-tugas perlindungan konsumen terkait dengan kasus GGAPA yang sudah merenggut 202 korban. "Kita minta BPKN secara totalitas memberikan pendampingan advokasi dan menyelidiki apa yang menjadi latar belakang terjadinya tragedi GGAPA yang memakan korban 202 anak meninggal dan puluhan anak lain yang masih menjalankan perawatan," katanya.
Komisi VI, lanjut Martin, akan terus mengawal dan mendorong perlindungan konsumen terhadap kasus ini. Pihaknya, lanjut Martin ingin memastikan hak-hak konsumen bisa dipenuhi. Konsumen, lanjut legislator Fraksi Partai NasDem itu, memiliki hak untuk mendapatkan advokasi karena itu kita mendorong BPKN sesuai tugasnya melakukan advokasi. Kemudian, konsumen memiliki hak mendapatkan ganti rugi.
"Ganti rugi seperti apa menjadi kewenangan pemerintah tapi kami tidak ingin melihat konsumen Indonesia dalam kasus seperti ini selalu terpinggirkan. kita ingin memastikan perlindungan konsumen betul betul dipenuhi," katanya.
"Untuk itu, kami meminta pemerintah untuk secara serius membongkar terjadinya tragedi GGAPA. Jika kami masih melihat ada ketidaksingkronan atau ada yang coba ditutupi, maka kami dalam masa sidang depan akan mengusulkan pembentukan Pansus kasus gagal ginjal akut," tambahnya lagi.
Ditempat yang sama, Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rizal E Halim menyampaikan hasil RDP dengan Komisi VI pada 3 November 2022, BKPN mendapat instruksi memberi perhatian serius terhadap kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) yang menimpa anak anak. "Hasil RDP itu memberikan instruksi kepada BPKN untuk membuka posko pengaduan serta membentuk tim untuk menyelidiki persoalan lonjakan GGAPA," katanya.
Adapun beberapa fakta terbaru mengenai kasus GGAPA pada anak diantaranya; Pertama, tim pencari fakta kasus GGAPA menemukan adanya ketidakharmonisan komunikasi dan koordinasi antar-instansi di sektor kesehatan dan kefarmasian dalam penanganan lonjakan kasus GGAPA. “Sehingga di 2 minggu pertama di bulan oktober terjadi kesimpangsiuran, dan terjadi kegamangan di ruang publik,” kata Rizal.
Kedua, adanya kelalaian instansi atau otoritas sektor kefarmasian dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran produk jadi obat. Ketiga, ketidaktransparanan terkait penindakan penegak hukum yang dilakukan kepada industri farmasi. Keempat, sinkronisasi antara pusat dan daerah karena kurang berjalan karena tidak adanya protokol khusus penanganan krisis darurat di sektor kesehatan. terkait persoalan darurat di sektor kesehatan seperti lonjakan kasus GGAPA.
Kelima, belum adanya kompensasi yang diberikan kepada keluarga korban GGAPA dari pihak pemerintah. “Kami mencoba mendatangi korban dan diketahui korban belum mendapatkan kompensasi sesuai amanat UU nomor 8 tahun 1999," katanya. Keenam, belum adanya ganti rugi kepada korban kasus gagal ginjal akut progresif atipika dari pihak industri farmasi. Ketujuh, bahan kimia etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) merupakan bahan yang termasuk dalam kategori berbahaya bagi kesehatan dan memerlukan pengaturan khusus.
Kedelapan, belum dilibatkannya instansi atau otoritas lembaga perlindungan konsumen dalam permasalahan sektor kesehatan dan kefarmasian.“ada kelalaian instansi otoritas di sektor kefarmasian dalam pengawasan, peredaran bahan baku dan produk jadi obat," katanya. Terakhir, tidak dilibatkannya instansi otoritas lembaga perlindungan konsumen dalam permasalahan sektor kesehatan dan kefarmasian. ini temuan yang dihasilkan tim setelah melakukan pengumpulan data, penelusuran.observasi dan investigasi lapangan.
Dari temuan itu, lanjut Rizal, pihaknya merekomendasikan kepada pemerintah untuk memberikan empati, simpati kepada korban dengan pemberian santunan dan kompensasi serta ganti rugi bagi korban dan keluarga korban yang telah meninggal dunia, yang saat ini masih dirawat dirumah sakit, atau yang sudah pulang tetapi masih melalui proses rawat jalan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap korban GGAPA.
Kedua, pihaknya juga meminta pemerintah untuk segera menugaskan Badan pengawasan keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan audit secara keseluruhan terkait pengawasan dan peredaran baik dari bahan baku hingga bahan jadi di sektor kefarmasian.
Ketiga, BPKN merekomendasikan pemerintah untuk melakukan penindakan tegas kepada para pihak yang bertanggung jawab serta melakukan pengembangan kasus secara terang benderang. Keempat, mengingat persoalan kesehatan menyangkut kepentingan keselamatan publik yang sangat luas. mak untuk menjamin pemenuhan hak publik secara umum diperlukan penguatan lembaga yang melindungi konsumen secara mandiri.