Mimpi Yenny untuk merebut sembilan persen suara PKB yang hilang pada pemilu lalu lewat kehadiran PKB Indonesia besutannya, dinilai berlebihan. Politisi yang sekaligus bibi Yenny, Lily Wahid, memperkirakan jangankan merebut suara hilang itu, untuk lolos parliamentary treshold saja PKB Indonesia tak punya harapan.
“Saya memperkirakan PKB Indonesia tidak akan lolos verifikasi untuk mengikuti Pemilu 2014,” ungkap Lily Wahid di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 2 Mei 2011.
Ketika mengumumkan rencana peluncuran partai besutannya itu, Minggu lalu, Yenny mengatakan ingin merebut kembali suara PKB yang hilang.
“Jika pada Pemilu 1999 dan 2004 PKB pimpinan Gus Dur memperoleh sekitar 12 persen lebih, sedangkan ketika dipimpin oleh Muhaimin pada 2009 hanya mendapat 2,6 persen, berarti ada 9 persen suara yang hilang dan inilah yang akan kami usahakan kembali ke PKB Indonesia,” ujar Yenny Wahid.
Lily yang merupakan adik kandung mantan Presiden Abdurrahman Wahid dan mantan Ketua Umum Dewan Syuro PKB itu melihat, kesulitan terbesar Yenny untuk mengajak pulang warga NU maupun PKB yang pergi adalah PKB Indonesia bukan jelmaan PKB Gus Dur.
“Faktor historis PKB Gus Dur tidak dibawa ke dalam PKB Indonesia. Sehingga diperkirakan tak akan banyak kader PKB Gus Dur yang akan ikut partai baru tersebut,” kata Lily.
Karena itu, ia mengemukakan, masa depan PKB Indonesia masih berat. Dan dia secara tegas menyatakan tak ingin bergabung dengan partai tersebut.
“Saya tetap di PKB,” sebut Lily.
Setelah sekian lama berkutat dengan konflik di internal PKB, Yenny Wahid, akhirnya berketetapan hati mendirikan partai sendiri yang diberi nama PKB Indonesia.
Menurut Yenny, partainya itu akan dideklarasi pada Jumat 20 Mei 2011IB di Jalan Warung Silah No 10 Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Di struktur kepengurusan partai tersebut, Yenny Wahid menjadi ketua umum dan Imron Rosyadi Hamid (Sekjen), sedangkan KH Ahmad Syahid menjabat Ketua Umum Dewan Syuro.
Menurut Yenny, deklarasi akan dihadiri ribuan warga NU dan simpatisan Gus Dur serta tokoh-tokoh agama, politik, ekonomi, budayawan, pimpinan lembaga tinggi negara dan sebagainya. (ham)