Situasi perekonomian global pada tahun 2023 diperkirakan akan mengalami tantangan yang berat bahkan berujung pada ancaman resesi global. Hal ini diantaranya dipengaruhi oleh belum berakhirnya pandemi Covid-19, tensi geopolitik yang berkelanjutan, tren kenaikan inflasi, pengetatan likuiditas global, hingga dampak perubahan iklim.
Akan tetapi, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin mengaku optimis ekonomi Indonesia memiliki modal yang kuat untuk hindari ancaman resesi. “Tantangan ke depan memang tidak mudah, tetapi kita punya modal kuat untuk tetap optimis. Ekonomi kita terus tumbuh di atas 5 persen sejak awal tahun 2022, inflasi terkendali, dan nilai tukar Rupiah masih terjaga," ujarnya dalam keterangan resmi yang diperoleh Parlementaria baru-baru ini.
Sementara dari sisi eksternal juga masih bertahan karena neraca perdagangan dan transaksi berjalan mencatat surplus, cadangan devisa juga tinggi. "Bekal ini yang membuat kita yakin Indonesia bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen di tahun 2022 dan 5,3 persen di tahun 2023,” imbuh Puteri.
Kendati demikian, Politisi Fraksi Partai Golkar ini juga mengimbau untuk tetap mewaspadai berbagai ancaman global dan dampak pelemahan ekonomi negara lain terhadap situasi ekonomi domestik. “Neraca dagang memang surplus tetapi harus tetap waspada karena sangat bergantung pada permintaan global. Apalagi sekarang, ekonomi AS dan Tiongkok mengalami pelemahan. Kondisi ini dikhawatirkan memberikan dampak rambatan kepada negara mitra dagangnya, seperti Indonesia. Terutama pada keberlangsungan industri dalam negeri, terlebih yang padat karya,” ujar Puteri.
Untuk itu, Puteri mendorong pemerintah, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk terus memantau dan mengantisipasi dampak pelemahan ekonomi global pada tahun 2023. “Pelemahan ekonomi akibat pukulan pandemi kemarin tentu menjadi pelajaran bagi pemerintah dan otoritas terkait untuk terus bersinergi dalam merumuskan bauran kebijakan. Baik dari segi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan dalam negeri,” lanjut Puteri.
Puteri mengungkapkan APBN harus menjadi instrumen peredam kejut (shock absorber) dalam mengantisipasi risiko tersebut, terutama dengan mengoptimalkan peran bantuan sosial untuk topang daya beli masyarakat. “Bantalan sosial ini terbukti mampu menjaga konsumsi masyarakat di tengah tren kenaikan harga. Tak terkecuali, program Kartu Prakerja yang berperan efektif untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja," sebutnya.
Selain itu, berbagai insentif bagi pelaku UMKM seperti Kredit Usaha Rakyat, restrukturisasi kredit, subsidi kredit juga bermanfaat menjaga kelangsungan usaha. "Stimulus ini tentu perlu dilanjutkan dan diperkuat. Namun yang jadi catatan adalah kita perlu terus memperbaiki akurasi data penerima agar bantuan sosial ini semakin tepat sasaran,” ucap Puteri.
Menutup keterangannya, Puteri juga mendorong BI untuk terus menjaga stabilitas inflasi dan nilai tukar Rupiah serta kebijakan makroprudensial yang longgar. “Kita juga perlu dukungan kebijakan dari OJK dan LPS untuk sektor keuangan. Dengan begitu, sinergi ini diharapkan bisa mengawal ekonomi kita agar terhindar dari ancaman resesi tahun 2023,” tutup Puteri.