Ketua Umum (Ketum) Perempuan Amanat Nasional (PUAN) Intan Fauzi turut menanggapi terkait wacana Pemilu 2024 menerapkan sistem proporsional tertutup yang kembali ramai dibahas belakangan ini. Namun, Intan menilai pemilu dengan sistem proporsional terbuka masih relevan diterapkan pada Pemilu 2024.
"Sistem proporsional terbuka yang diatur dalam UU Pemilu 7/2017 masih relevan untuk diterapkan pada Pemilu 2024. Sistem proporsional terbuka memenuhi prinsip demokrasi yang amat mendasar yakni pengakuan kedaulatan rakyat maupun prinsip equality before the law (persamaan di hadapan hukum)," kata Intan dalam keterangan tertulisnya, Senin (2/1/2023).
Anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi PAN itu mengatakan dalam sistem proporsional terbuka, semua kader punya kesempatan yang sama untuk terpilih. Menurutnya, hal itu sangat baik bagi caleg perempuan untuk ikut berkompetisi mendapatkan simpati di masyarakat.
"Berkaca pada pemilu sistem proporsional tertutup, caleg perempuan seringkali ditempatkan di nomor urut buntut, setelah petahana legislator, pengurus harian partai, dan kalangan elit partai," ucapnya.
Lebih lanjut, Intan bicara affirmative action pada UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017, yang mewajibkan pengajuan daftar calon oleh partai politik pada setiap dapil harus memenuhi 30% keterwakilan perempuan dengan penempatan minimal 1 perempuan dari 3 nama calon legislatif di pemilu terbuka. Lalu, ia bertanya apakah putusan uji materiil ini nantinya akan mempengaruhi ketentuan tersebut?
"Sistem proporsional terbuka adalah solusi tepat untuk memenuhi keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen, tanpa mencederai hak masyarakat untuk menentukan wakil-wakilnya di parlemen," ujarnya.
Dia menilai caleg yang takut dengan pemilu sistem proporsional terbuka hanyalah pihak-pihak yang khawatir tak cukup sanggup menarik hati rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Intan optimis sistem proporsional terbuka murni, keterwakilan perempuan di parlemen 30 persen niscaya terwujud dan ia bangga karena hasil pemilu merupakan pilihan rakyat, bukan semata pilihan partai.
"Dengan sistem proporsional terbuka, semua caleg diberi panggung yang sama untuk berkompetisi. Tidak ada privilege bagi caleg. Semua bisa bertarung bebas. Dan saya akui, sistem proporsional terbuka ini membantu para kader perempuan meraih kursi di DPR," katanya.
"Semua para caleg satu partai juga berkompetisi. Jadi, para caleg benar-benar berjuang meyakinkan masyarakat menjadi calon wakil rakyat yang potensial dari setiap partai," sambungnya.
Menurut Intan, dengan sistem proporsional terbuka, pemilih lebih mengenal calon legislatifnya karena masing-masing caleg baik petahana maupun yang belum duduk di parlemen akan berkompetisi secara terbuka dan berusaha untuk berkontribusi secara baik bagi masyarakat dan terbuka.
Isu kemungkinan Pemilu 2024 kembali ke sistem proporsional tertutup itu sebelumnya disampaikan Ketua KPU Hasyim Asy'ari. Hasyim mengungkapkan sistem itu sedang dibahas melalui sidang di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Ada kemungkinan, saya belum berani berspekulasi, ada kemungkinan kembali ke sistem proporsional daftar calon tertutup," ujar Hasyim dalam sambutan acara Catatan Akhir Tahun 2022 KPU RI, di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (29/12).
Hasyim mengatakan sistem proporsional terbuka dimulai sejak Pemilu 2009 berdasarkan putusan MK. Dia mengatakan dengan begitu, maka kemungkinan hanya keputusan MK yang dapat menutupnya kembali.
"Maka sejak itu Pemilu 2014, 2019, pembentuk norma UU tidak akan mengubah itu, karena kalau diubah tertutup kembali akan jadi sulit lagi ke MK," ujarnya.
"Dengan begitu, kira-kira polanya kalau yang membuka itu MK, ada kemungkinan yang menutup MK," sambungnya.