Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan pihaknya baru menerima Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Oleh karena itu pihaknya masih perlu waktu untuk mempelajari secara mendalam sebelum masa sidang kembali aktif.
"Perppu tentang Ciptaker yang sudah dikeluarkan oleh presiden itu kita belum mempelajari, karena memang baru disampaikan pada saat masa reses. Kita baru akan aktif masa sidang pada tanggal 10 Januari, dan tentunya DPR RI akan mempelajari isu Perppu tersebut," kata dia di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (3/12/2023).
Nantinya, masing-masing fraksi di DPR RI akan menyampaikan sikap terkait Perppu Cipta Kerja tersebut, termasuk Gerindra.
"Kemudian seperti mekananisme yang ada, tentunya Perppu itu akan dbahas dengan fraksi-fraksi yang ada di DPR. Ya sama. Kalau sebagai Gerindra kita akan pelajari," jelas Dasco.
Meski demikian, dia enggan berkomentar terkait poin Perppu yang menuai kontroversi. Namun, menurutnya penerbitan Perppu tersebut sudah sesuai dengan mekanisme yang ada.
"Karena itu memang sesuai mekanisme itu ada kewenangan pemerintah mengeluarkan Perppu, ada kewenangan DPR untuk membuat undang-undang maupun revisi undang-undang. Sehingga kita akan pelajari dulu isinya, dan nanti pada saatnya kita akan sampaikan," jelas Dasco.
Tak Menerbitkan Perppu
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, MA menyampaikan bahwa NKRI sesuai ketentuan Konstitusi adalah negara hukum.
Oleh karena itu ia menilai seharusnya Presiden Joko Widodo tidak menerbitkan Perppu untuk membatalkan UU Cipta Kerja yang oleh MK dinyatakan sebagai inkonstitusional bersyarat.
"Seharusnya melaksanakan keputusan MK sepenuh hati dengan intensif mengajak DPR untuk segera melaksanakan putusan MK tersebut. Bukan malah mengeluarkan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang dinilai oleh banyak pakar sebagai tindakan yang mengabaikan putusan MK, padahal putusan MK sesuai ketentuan UUDNRI 1945 adalah final dan mengikat," kata Hidayat dalam keterangannya, Selasa (3/12/2023).
Politikus PKS itu menyebut MK meminta Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperbaiki proses penyusunan UU Cipta Kerja yang oleh MK dinyatakan inkonstitusional bersyarat, salah satunya, karena tidak adanya meaningful participation (partisipasi masyarakat yang bermakna).
"Terbitnya Perppu itu justru membuktikan kembali bahwa meaningful participation yang diputuskan oleh MK dan menjadikan Undang-Undang Cipta Kerja sebagai inkonstitusional bersyarat, tidak dilaksanakan. Sekarang bukan hanya masyarakat yang tidak dillibatkan, bahkan DPR selaku lembaga perwakilan rakyat pun, tidak diajak untuk membahas substansi dan praktek revisi yang diputuskan oleh MK itu," jelas dia.
Menurut Hidayat, pada masa sidang terdekat, DPR akan memberikan persetujuan atau penolakan terhadap Perppu tersebut.
"Maka akan mustahil apabila DPR diminta mengkaji dan menyetujui dengan baik dan benar terhadap Perppu yang terdiri dari 186 pasal yang beranak pinak dan 1.117 halaman itu dalam waktu yang sangat sempit," kata dia.