Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Anggia Erma Rini mendesak pemerintah untuk segera menghentikan kebijakan impor beras. Sebab, langkah tersebut amat memberatkan para petani yang menggantungkan hidupnya dari bertani.
"Petani itu pemilik kedaulatan negeri ini. Di tangan merekalah sumber pangan kita disandarkan. Jangan sampai kebijakan di sektor pangan, terutama langkah impor beras masih saja dilakukan. Sebab itu sama saja menganggap produksi petani kita gagal mencukupi kebutuhan nasional," kata Anggia kepada wartawan, Selasa (3/1/2023).
Menurut dia, seluruh pemangku kepentingan di sektor pangan sudah saatnya menanggalkan ego sektoral masing-masing dalam menyikapi kebijakan impor beras.
"Basisnya kan data antar lembaga. Bulog mengatakan cadangan beras pemerintah (CBP) tidak memenuhi target 1,2 juta ton, sementara BPS sebagai sumber tunggal data produksi gabah dan beras nasional telah menyatakan bahwa stok di tingkat petani cukup, bahkan surplus 1,7 juta ton."
"Silang sengkarut ini harus segera disudahi. Jika kita menyandarkan data produksi beras pada BPS, sudah semestinya rekomendasi BPS-lah yang menjadi pegangan," ujarnya.
Politikus PKB itu mengusulkan agar perbedaan data dapat diselesaikan dengan penyelarasan rentang waktu survei, kesepahaman terkait dengan kondisi terkini, sinkronisasi hitungan neraca komoditas, dan tidak saling ego sektoral.
"Komitmen dan kesepahaman bersama itu kuncinya. Jika tidak, dari tahun ke tahun akan selalu seperti ini," ujar Anggia.
Ia mengaku akan memanggil dan mempertemukan kembali semua pemangku kepentingan pangan untuk membahas adanya perbedaan data stok beras sekaligus relevansi impor yang dinilai merugikan petani tersebut.
Selain itu, fakta lapangan menunjukkan sebagian besar petani tidak setuju dengan adanya impor beras.
"Suara petani itu suara basis negeri ini. Hampir sebagian besar petani pasti tidak setuju impor. Ini yang harus digarisbawahi pemerintah," ujarnya.
Ia menambahkan, penyebab kenaikan harga beras di awal tahun 2023 ini disebabkan karena sejumlah faktor.
"Masa paceklik, distribusi yang kurang efektif, serta kenaikan harga alat angkut imbas naiknya BBM jadi faktor utamanya. Sepanjang ramah dan masih terjangkau konsumen. Prinsipnya jika petani tersenyum akibat kenaikan itu, dunia juga akan tersenyum," katanya.