Komisi VII DPR mendesak Laksana Tri Handoko dicopot dari Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Desakan itu disampaikan setelah anggota Komisi VII ramai-ramai mencecar Handoko dalam rapat.
"Komisi VII DPR RI merekomendasikan untuk dilakukannya audit khusus dengan tujuan tertentu terkait penggunaan pagu anggaran BRIN tahun anggaran 2022 oleh BPK RI," demikian kesimpulan rapat rapat dengar pendapat Komisi VII dengan Kepala BRIN yang dibacakan Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto, Senin (31/1/2023).
"Komisi VII DPR RI mendesak pemerintah segera mengganti Kepala BRIN RI mengingat berbagai permasalahan BRIN yang ada di BRIN tidak kunjung selesai," imbuhnya.
Sugeng kemudian bertanya kepada anggota Komisi VII DPR apakah setuju atau tidak atas usulan tersebut.
"Setuju?" tanya Sugeng. Sugeng lalu mengetuk palu.
Rapat tersebut turut dihadiri langsung Handoko. Setelah kesimpulan dibacakan, Handoko merespons akan melakukan audit di internalnya.
"Jadi kami akan segera juga melakukan investigasi di internal kami terkait hal-hal yang sudah disampaikan oleh Bapak-Ibu sekalian," kata Tri.
Rapat Komisi VII DPR dan BRIN Berlangsung Panas
Rapat komisi DPR yang membidangi inovasi dan riset ini berjalan panas. Anggota Komisi VII DPR Fraksi NasDem Rudi Hartono Bangun dalam rapat kerja bersama Handoko di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, sempat menyoroti besaran pagu anggaran BRIN. Dia menilai angka-angkanya cukup fantastis.
"Saya mau bertanya, pertama tentang pagu anggaran. Saya baca di halaman dua, total pagu BRIN ini Rp 6,3 triliun, ya Pak Handoko, ya. Terdiri dari urusan operasional Rp 4 triliun, PNBP Rp 1,99 miliar, BLU Rp 1,43 miliar, dan loan artinya pinjaman ya Pak. 435 ini Bapak minjamkan ke orang gitu kan?" kata Rudi bertanya langsung ke Handoko setelah meminta izin kepada pimpinan rapat.
"Mohon izin, Bapak Pimpinan. Pinjaman, Pak. Hibah luar negeri," jawab Handoko.
"Oh, Bapak minjam lagi. Baik. Ada SBSN lagi, surat berharga ini ya Pak. Rp 240 miliar dan teknisnya Rp 1,3 triliun. Ini kan jumlah fantastis, Pak," lanjut Rudi.
Rudi lalu membandingkan pagu anggaran BRIN melampaui kementerian lainnya. Rudi pun heran pagu anggaran BRIN lebih besar, padahal programnya berkutat di riset.
"Jika dinilai dari anggarannya ini yang kebanyakan untuk riset, Pak, penelitian dalam bentuk paper ya. Kan penelitian, Pak, nggak ada fisiknya. Bukan seperti di Kementan, ada beli traktor. Misal di PUPR ada fisik jalannya," kata Rudi.
"Ini sebagai pembandingnya ya, Pak. Ini di BUMN saja, sekelas Kementerian BUMN, itu punya anggaran cuman Rp 300 miliar, Pak. Bapak Rp 6 triliun loh, Pak. Bukan sedikit ini," imbuhnya.
Rudi turut mempertanyakan anggaran program dukungan manajemen BRIN yang mencapai Rp 4,1 triliun. Dia meminta Handoko memaparkan secara detail soal anggaran tersebut.
"Saya ini lihat ini bukan proyek, Pak. Bisa-bisa, saya duga, ini duga, tipu-tipuan saja ini, Pak. Saya minta penjelasan secara detail dari Bapak, tertulis," ujar dia.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi Golkar Dyah Roro Esti Widya turut mencecar Handoko dalam rapat. Dia menyoroti program Masyarakat Bertanya BRIN Menjawab (MBBM). Menurutnya, berdasarkan pengecekan di lapangan, program tersebut justru ada kerugian mencapai Rp 270 juta.
"Kami melihat bahwasanya program MBBM merupakan salah satu program yang sangat luar biasa. Kami sebagai wakil rakyat menyampaikan aspirasi itu dan BRIN menjawabnya. Kita ingin mempertanyakan justru bahwasanya dari anggaran yang sudah dialokasikan dengan anggaran yang telah teralokasikan, ada gap di situ. Anggaran itu diperuntukkan untuk apa?" kata Roro.
"Di dapil saya, telah dikomunikasikan, pelaksanaan MBBM setiap titik Rp 300 juta. Sedangkan realisasi di lapangan setelah saya hitung-hitung karena dilaksanakan di 18 titik, dan ada sebuah kerugian sebesar Rp 270 juta yang seharusnya kita berikan ke masyarakat," lanjutnya.
Anggota Komisi VII DPR Fraksi PKB Ratna Juwita turut mengkritik program Barista. Ratna mempersoalkan program ini tidak berguna bagi masyarakat yang berada di wilayah dengan akses internet minim.
"Terkait Barista, sistem pendaftaran online. Fix, tidak boleh dinego. Teman-teman kami di luar pulau nangis, Pak. Konstituen mereka tidak bisa mengakses. Boro-boro internet, listrik aja byarpet loh. Kami menyampaikan supaya bagaimana caranya ini bisa diolah biar aksesnya mudah," kata Ratna.
"Ternyata bukan aksesnya yang dipermudah, tapi bentuknya yang diubah. Pusing lagi kami. Kok yo nggak bisa yo menyediakan program yang mudah diakes, susahnya di mana gitu loh. Yang inklusif, Pak. Yang Sabang sampai Merauke semuanya bisa dapat," imbuh dia.