Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar Rapat Pleno dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Narasumber, Selasa (14/2/2023) malam dalam rangka mendengarkan pendapat para ahli tersebut sebelum mengambil keputusan menerima atau menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja usai Panitia Kerja (Panja) dibentuk pada sore Selasa yang sama.
"Tujuan kita membahas adalah mendapatkan masukan dari semua narasumber konteksnya adalah dalam kegentingan yang memaksa yakni menyiapkan payung hukum jangan sampai peristiwa krisis (1998) terjadi. Dan itu menurut saya adalah satu alasan yang sangat masuk akal terkait dengan urgensi kegentingan yang dimiliki dalam Perppu ini," ujar Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas.
Oleh karena itu, Politisi Fraksi Partai Gerindra ini menegaskan sekali lagi bahwa terkait dengan perdebatan konstitusional tidak lagi diperdebatkan. Mengingat, tandas Supratman, ditegaskannya Perppu tersebut sudah pasti konstitusional dimana Perppu merupakan hak yang diberikan Undang-Undang kepada Presiden dalam kondisi tertentu.
"Sekali lagi menurut saya itu hak Presiden subjektifnya. Soal kita setuju, itulah fungsi kita mengobjektifkan dari hak subjektivitas Presiden tadi. Nah tergantung nanti penilaian kita masing-masing diantara semua Fraksi-Fraksi yang ada," pungkas Supratman.
Sebelumnya, Guru Besar Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Nindyo Pramono mengatakan kegentingan memaksa dalam penetapan Perppu dapat dimaknai sebagai sikap antisipatif dan Perppu Cipta Kerja merupakan upaya antisipatif atas kondisi perekonomian global.
“Dampak dari stagflasi atau krisis global sudah berpengaruh pada perekonomian nasional. Oleh sebab itu, Pemerintah tidak ingin kembali ke situasi lama, yakni terjadi krisis dulu baru membuat Undang-Undang, sehingga yang dilaksanakan adalah mengantisipasi hal itu,” tutur Nindyo.