Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil menegaskan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana merupakan RUU yang diusulkan pemerintah. Karena itu, ia menekankan pembahasan RUU tersebut hanya akan jalan kalau pemerintah ada kemauan, yaitu mengirimkan draf Naskah Akademik dan RUU tersebut kepada DPR.
“Belum bergerak dia (RUU Pemberantasan Aset). Jadi kalau memang pemerintah ada kemauan, maka akan ada jalan. Kalau tidak mau, tidak ada jalan. Ini RUU-nya usul pemerintah,” ujar Nasir Djamil saat dihubungi Parlementaria, Sabtu (1/4/2023).
Meskipun demikian, ia menekankan bahwa RUU Perampasan Aset ini juga harus diiringi dengan penegakan hukum yang berintegritas dan terintegrasi. Sebab, tanpa dua hal tersebut, maka RUU ini, menurutnya, hanya akan menjadi momok yang menakutkan bagi semua orang. “Karena itu, menurut saya memang RUU Perampasan Aset itu dibutuhkan,” jelas Politisi Fraksi PKS ini.
Ia menjelaskan yang dimaksud dengan penegakan hukum berintegrasi adalah melibatkan kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan Kemenkumham. Sedangkan, penegakan hukum yang berintegritas adalah penegakan hukum yang memang berdasarkan sistem, bukan karena ada kasus viral terlebih dahulu baru ada penegakan hukum.
“Kalau tidak ada jaminan seperti itu, saya khawatir UU ini akan dijadikan senjata untuk menembak orang yang belum tentu bersalah. Menembak lawan politik atau orang yang berteman dengan lawan politik. Jadi, harus dipastikan dulu penegakan hukum kita ini. Jadi kalau penegakan hukum ini sudah berintegritas, maka kita percaya dengan penegakan hukum itu,” tegasnya.
Komisi III, tegasnya, siap jika ditugaskan Badan Musyawarah untuk melakukan pembahasan RUU tersebut dengan pemerintah. "Itu kan tergantung Bamus nanti, siapa yang menugaskan pembahasan RUU tersebut. Apakah Pansus, Komisi III, atau Baleg, tapi kan dia (RUU Pemberantasan Aset) bukan prioritas tahunan, dia hanya long list,” tutupnya.