Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf menyoroti kondisi infrastruktur di beberapa wilayah di Tanah Air belum memenuhi kelayakan bagi masyarakat, termasuk dalam hal infrastruktur pendidikan untuk anak. Dede mengatakan, rasio jumlah sekolah dengan jumlah penduduk Indonesia tidak sebanding karena banyak bangunan yang sudah usang atau rusak.
“Sayang ya sekolah sekolah kita ini, ada yang namanya SD Inpres yang dibangun pada tahun 1970-an, mungkin saat ini sebagian besarnya sudah runtuh. Itu sebabnya banyak sekali sekolah tidak berfungsi, kalaupun berfungsi sudah ada di beberapa daerah yang sulit ditembus,” kata Dede dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Rabu (14/6/2023).
Politisi Fraksi Partai Demokrat ini juga tak habis pikir mengapa masih banyak sekolah yang berada di lokasi yang sulit diakses siswa maupun guru. Maka lagi-lagi, hal ini menjadi pekerjaan rumah Pemda dalam hal pendataan secara komprehensif agar siswa tidak kesulitan saat hendak menempuh pendidikan.
"Kan mestinya dulu saat menetapkan sekolah dicari lokasi yang ada rasa aman, nyaman dan mudah dijangkau. Jika memiliki data yang sekolahnya sulit diakses karena minim infrastruktur dan harus dipindah, bisa diusulkan pembuatan sekolah baru. Kalau tidak, akan terjadi terus setiap saat kita melihat adik-adik kita sekolah dengan cara yang kurang pas," tambah Legislator dari Dapil Jawa Barat II itu.
Selain peran Pemerintah Daerah (Pemda) dalam melakukan pendataan terkait infrastruktur penunjang pendidikan yang kurang memadai, Dede juga menekankan pentingnya memperkuat peran Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Inovasi (Kemendikbud Ristek) dalam hal pembangunan infrastruktur pendidikan.
Dede memaparkan, saat ini anggaran untuk fasilitas dan pembangunan infrastruktur penunjang pendidikan ada di ranah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR). "Akibatnya PUPR hanya membangun ruang kelas baru atau sekolahnya saja tapi tidak lagi memikirkan bagaimana perjalanan menuju sekolahnya dan Kemendikbud Ristek tidak lagi mempunyai alokasi anggaran untuk memperbaiki jalan," jelasnya.
Menurutnya, jika semua anggaran diamanahkan ke KemenPUPR, Dede tidak yakin pembangunan akan fokus terhadap infrastruktur penunjang pendidikan. Oleh karenanya, ia meminta agar kewenangan pembangunan sekolah, ruang kelas baru, serta penunjang pendidikan dikembalikan kepada Kemendikbud.
“Sehingga dari situ kita bisa tau dari Dapodik (Data Pokok Pendidikan) bahwa sekolah ini tidak layak. Tapi sekarang anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik ataupun dukungan fisik untuk sekolah fasilitas dan sarana pendidikan sudah ditarik ke (Kementerian) PUPR,” tutup Dede.