Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan agar proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) harus bebas dari berbagai macam praktik pungutan liat (Pungli). Ia menekankan, Satgas Saber Pungli harus turun ke lapangan mengawal setiap tahapan prosesnya.
"Memasuki tahun ajaran baru sekolah, yang perlu diperhatikan adalah mengantisipasi adanya praktik pungli yang dilakukan oknum demi memperoleh keuntungan pribadi semata. Ini yang harus menjadi prioritas Pemerintah dalam pengawasan proses PPDB," kata Puan, Rabu (14/6/2023).
Puan pun menyoroti praktik dugaan Pungli PPDB yang terjadi di Garut, Jawa Barat. Praktik pungli diduga dilakukan oknum komite sekolah di salah satu SMK di Garut yang meminta uang kepada orangtua siswa sebesar Rp 5 hingga Rp 7 juta agar sang anak bisa diprioritaskan masuk ke sekolah tersebut.
Perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI ini mengecam dugaan praktik pungli itu. Puan menegaskan, tidak ada pembenaran terhadap perilaku pungli.
"Pungutan liar merupakan tindakan yang tidak etis dan sangat tercela, sekaligus melanggar hukum dan merugikan calon peserta didik serta keluarganya," tegas mantan Menko PMK itu.
Puan mendorong Pemerintah melalui Satgas Saber Pungli untuk melakukan pengusutan tuntas dari dugaan praktik-praktik pungutan liar. Menurutnya harus ada langkah konkret di lapangan.
"Satgas Saber Pungli juga harus lebih banyak turun ke lapangan melakukan pengawasan penerimaan siswa baru. Ini bentuk tindakan preventif dari aparat berwenang agar jangan sampai Pungli merajalela saat tahun ajaran baru," ungkap Puan.
Bukan hanya itu, cucu Bung Karno ini juga mendorong Satgas Saber Pungli mengawasi bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) yang rentan dimanfaatkan oknum-oknum. Puan mengatakan, program bantuan dari Pemerintah harus diterima oleh mereka yang berhak.
“Tidak boleh ada yang mengambil hak masyarakat yang membutuhkan. Kami di DPR akan terus mengawal agar program-program bantuan kepada masyarakat tepat guna dan tepat sasaran,” tuturnya.
Seperti diketahui, terdapat dua oknum guru di Lumajang, Jawa Timur, yang memanfaatkan ketidaktahuaan wali murid dalam proses pencairan PIP. Modusnya yakni menarik iuran dengan dalih biaya administrasi bagi siswa penerima dana bantuan.
Puan pun meminta Pemerintah melakukan sosialisasi yang lebih masif mengenai program-program bantuan kepada publik. Menurutnya, informasi harus menyasar sampai ke bawah sehingga masyarakat memahami tidak ada pungutan biaya dari program bantuan Pemerintah.
"Kurangnya sosialisasi berpotensi menimbulkan praktik pungli. Padahal program PIP gratis tanpa ada pungutan biaya administrasi," papar Puan.
"Maka gencarkan kembali sosialisasi PPDB agar terhindar dari praktik Pungli. Ini merupakan perwujudan agar anak-anak kita yang merupakan generasi penerus bangsa mendapatkan hak pendidikan dari Negara," imbuhnya.
Lebih lanjut, Puan berharap sosialisasi yang masif dapat membuat orangtua atau wali murid peka terhadap praktik pungli yang masih banyak ditemukan di berbagai daerah.
"Sehingga orangtua siswa dapat mengidentifikasi jika ada dugaan pungutan liar dan memberikan laporan," ujar Puan.
Di sisi lain, Puan juga mendorong Satgas Saber Pungli di setiap daerah membuat hotline atau layanan pengaduan masyarakat mengenai praktik pungli. Dengan begitu, aparat berwajib bisa merespons cepat apabila ada laporan pungli yang terjadi.
"Satgas ini kan ada sampai tingkat daerah, jadi coba buat hotline aduan masyarakat yang ingin melaporkan adanya pungli agar masyarakat tahu harus melapor ke mana saat mereka jadi korban atau mengetahui adanya praktik Pungli," imbaunya.
Puan juga mengajak seluruh stakeholder untuk bersama-sama mengawasi praktik pungli di lingkungan lembaga pendidikan. Khususnya, dalam proses penerimaan siswa di tahun ajaran baru ini.
"Kita perlu membentuk lingkungan pendidikan yang jujur, transparan, dan bermartabat, yang dapat memberikan kesempatan yang setara bagi semua individu untuk mendapatkan pendidikan yang mereka butuhkan untuk masa depan yang lebih baik," tutup Puan.