Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Adang Darajatun mendorong Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Jawa Timur agar segera melakukan sinkronisasi regulasi yang mengatur tentang etika kehormatan anggota dewan. Karena ia menilai, sejauh ini regulasi terkait kewenangan-kewenangan anggota dewan yang ada di DPRD Provinsi Jawa Timur belum selaras dengan MKD DPR.
“Kami lebih menekankan kembali tentang masalah yang berhubungan dengan etika kehormatan tentang anggota dewan, memang ada perbedaan kewenangan-kewenangan antara MKD dengan BKD, namun terus terang saja, bahwa kita sedang menyelaraskan bahwa kewenangan-kewenangan BKD sebaiknya dengan MKD, karena bagaimana pun juga, bahwa masalah-masalah proses suatu penegakan etika dan sebagainya tidak berbeda tiap daerah, karena kewenangan itu ada perbedaan, ada payung hukum yang perlu disinkronisasikan dengan MKD dan BKD,” kata Adang di Gedung DPRD Provinsi Jawa Timur, Selasa (20/6/2023).
Dalam pertemuan tersebut, Anggota DPR RI Daerah Pemilihan DKI Jakarta III itu juga memberikan sosialisasi tugas fungsi dan wewenang MKD DPR RI, serta Tanda Nomor Kendaraan (TNKB) khusus DPR RI. Dimana pada Pasal 20 UUD NRI 1945 dan Pasal 224 UU No. 17/2014 tentang MPR DPR DPD dan DPRD, telah diatur hak imunitas bagi anggota DPR. Serta UU No. 23 /2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur hak imunitas anggota DPRD.
Namun, Adang menekankan imunitas tidak berlaku bila terlibat dalam masalah pidana, dan terbukti, maupun dalam operasi tangkap tangan. Sepenuhnya penegakan hukum bisa dijalankan oleh aparat penegak hukum. “Tentang hak imunitas, betul memang ditentukan bahwa ada proses tentang izin presiden dan sebagainya, tapi kan di dalam UU MD3 hal-hal yang berhubungan dengan tertangkap tangan, korupsi, terror itu tidak perlu lagi prosesnya ke MKD, namun, aparat penegak hukum perlu berkoordinasi dengan MKD,” kata Adang.
Terkait situasi terkini menjelang Pemilu 2024, Adang juga meminta kepolisian dan kejaksaan berhati-hati dalam memproses laporan terhadap anggota dewan dan bakal calon legislatif (bacaleg). “Kami lebih menekankan kepada aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian dan Kejaksaan, kami tidak ingin ditempatkan lebih, kami juga sebagai anggota masyarakat, tetapi kan itu mulai muncul hoax, berita-berita bohong, muncul surat-surat kaleng yang disampaikan kepada aparat penegak hukum, kami hanya titip, tolong sebelum, kepastian dua alat bukti, gelar perkara yang dilakukan, yang bersangkutan tidak bersalah, tolong tidak disebarkan, karena berat untuk seorang calon anggota yang dihukum," urainya.
Selain itu, Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu, juga mensosialisasikan TNKB khusus Anggota DPR RI sebagai hak protokoler. Dengan adanya TNKB khusus, Adang mengatakan, publik juga berperan sebagai pengawas terhadap Anggota DPR. Artinya, ketika ada pelanggaran hukum yang dilakukan di sebuah tempat atau lokasi tertentu (termasuk di jalan), maka melalui TNKB Khusus akan mudah diketahui untuk kemudian dilaporkan kepada MKD DPR RI untuk ditindaklanjuti dan dilakukan penerapan sanksi etiknya.
“Walaupun dia (anggota dewan) dikasih protokol khusus, tetapi kalau ternyata dia tidak mempergunakan nopol itu tidak baik, masyarakat sekarang kritis, silahkan untuk ambil poto nya, laporkan ke MKD, kita segera tahu nopol tersebut, karena dibuat nomor sekian itu namanya siapa, buntut nomornya dari fraksi apa, jadi gampang kita segera memanggil anggota dewan yang tidak memiliki etika dalam berlalu lintas,” tutur Adang.
Pertemuan tersebut dihadiri Anggota MKD DPR RI Fadholi (FNASDEM), Wakil Ketua Badan Kehormatan DPRD Provinsi Jawa Timur Jajuk Rendra Kresna, Kasubdit Regident Ditlantas Polda Jatim, AKBP MZ Rofiq, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur J. Devy Sudarso, beserta pemangku kepentingan terkait lainnya.