Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI menyampaikan presentasi mengenai laporan dari tiap-tiap negara yang tergabung dalam AIPA (ASEAN Inter-Parliamentary Assembly) di Pertemuan ke-14 Kaukus AIPA di Phu Quoc, Kien Giang, Vietnam. Laporan tersebut berkaitan dengan implementasi dari tiap-tiap resolusi yang telah diadopsi sesuai Sidang Umum ke-43 pada 2022 lalu.
Salah satu laporan yang disampaikan Parlemen Indonesia dalam pertemuan tersebut adalah berkaitan dengan keterlibatan perempuan dalam politik, khususnya kuota keterwakilan perempuan yang ada di parlemen. Karena itu, AIPA membentuk sektor khusus yang bernama WAIPA (Woman in AIPA).
Dalam laporan yang disampaikan Wakil Ketua BKSAP DPR RI Gilang Dhielafararez, disampaikan bahwa Indonesia telah membuat langkah signifikan dalam mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
Kebijakan peraturan perundang-undangan yang menjadi kunci bagi kesetaran gender dan eliminasi diskriminasi terhadap perempuan tersebut, sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan UU Nomor 7/1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita.
UU Nomor 12/2022 yang baru disahkan tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual melengkapi framework hukum untuk menghalau kekerasan seksual, memastikan keadilan bagi korban, dan akuntabilitas bagi pelaku kekerasan seksual.
Menanggapi itu, Anggota BKSAP DPR RI Sakinah Aljufri menilai kuota 30 persen keterwakilan perempuan di Parlemen Indonesia masih jadi tantangan untuk terus direalisasikan. Sebab, menurutnya, kebijakan affirmatif tersebut baru tercapai 21 persen hingga periode DPR kali ini.
“Kalau kita melihat sekarang yang ada di parlemen Indonesia baru mencapai 21 persen. Kita sebagai perempuan tentunya berharap mendorong agar kuota perempuan ke depannya dapat mencapai 30 persen,” ujar Sakinah kepada Parlementaria usai mengikuti Pertemuan Kaukus AIPA di Phu Quoc, Vietnam, Selasa (11/7/2023).
Di sisi lain, Parlemen Indonesia juga telah mengesahkan UU Nomor 7 tahun 2012 yang menekankan pada penangan kontlik sosial dan perlindungan terhadap hak-hak perempuan. Melalui hadirnya Kaukus Perempuan Parlemen Republin Indonesia (KPPRI), DPR RI terlibat dalam menginisiasi pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan mempromosikan partisipasi perempuan dalam politik.