Sidang Umum ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA) Ke-44 sudah selesai diselenggarakan, dengan beberapa resolusi dan keputusan yang harus diadopsi bersama negara-negara Asia Tenggara anggota AIPA. Salah satunya adalah dengan membentuk tim monitoring guna mencapai perdamaian terkait konflik di Myanmar.
Adapun Sidang Umum AIPA ke-44 yang baru saja selesai digelar di Jakarta itu menghasilkan 30 resolusi yang telah disepakati oleh seluruh anggota AIPA. Sebanyak 30 resolusi itu berasal dari Komite Parlemen Wanita, Komite Parlemen Muda atau Young Parliamentarians of AIPA (YPA), Komite Urusan Politik, Komite Ekonomi, Komite Urusan Sosial, Komite Urusan Organisasi, dan Komite Urusan Organisasi.
Komite Bidang Politik AIPA sendiri menghasilkan 6 resolusi di mana 2 di antaranya merupakan usul dari Indonesia. Pertama adalah Resolusi Menjaga Perdamaian, Keamanan, dan Stabilitas Kawasan melalui Dialog dan Kolaborasi (Resolution on Maintaining Regional Peace, Security and Stability through Dialogue and Collaboration).
Kemudian yang kedua adalah Resolusi Kerjasama Parlemen dalam Berkontribusi pada Perdamaian Jangka Panjang di Myanmar (Resolution on Parliamentary Cooperation in Contributing to Long-lasting Peace in Myanmar). Selain 6 resolusi, Komisi Politik AIPA juga menyepakati agar Parlemen Anggota AIPA membentuk tim dalam memonitor upaya pencapaian damai di Myanmar.
“Soal Myanmar kita akan membentuk satu badan atau satu komite, mungkin komite ad-hoc untuk memonitor pelaksanaan five point consensus dari sisi Parlemen,” kata Fadli Zon, Jumat (11/8/2023).
Menurut Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI ini, tim tersebut juga akan membantu memantau pelaksanaan Konsensus 5 Poin penyelesaian konflik di Myanmar yang telah disepakati negara-negara Asia Tenggara. Fadli menambahkan, Komite Politik AIPA juga berencana mengunjungi Myanmar dalam rangka untuk melihat langsung kondisi masyarakat di sana.
“Mungkin juga nantinya kita bisa berkunjung ke sana untuk melihat langsung apa yang terjadi disana. Semacam special envoy (utusan khusus) dari Parlemen,” jelasnya.
Rencana utusan khusus ini seperti Task Force yang dikirimkan Inter-Parliamentary Union (IPU) terkait konflik Rusia-Ukraina. Pembentukan task force tersebut disepakati dalam Sidang Umum IPU ke-144 yang juga diselenggarakan di Indonesia tahun 2022.
Forum parlemen dunia tersebut mengirim perwakilan ke Rusia dan Ukraina untuk memantau kondisi masyarakat kedua negara yang terdampak perang sekaligus mendong perdamaian lewat Diplomasi Parlemen. Task Force itu sudah berkunjung ke Kiev Ukraina dan Moskow Rusia.
Fadli Zon sendiri menjadi perwakilan dari parlemen Asia Pasifik dalam Task Force IPU yang mengunjungi Rusia dan Ukraina. Menurutnya, task force ini melihat langsung wilayah Bucha dan Irpin, kota kecil di utara Kiev yang terdampak perang cukup parah berupa kerusakan bangunan tempat tinggal, pusat bisnis, dan sejumlah fasilitas publik. Tak hanya itu, Task Force IPU pun turut menggelar dialog dengan Ketua Parlemen Ukraina.
"Saya bagian 1 dari 8 orang yang ke sana. Setiap wilayah geopolitik ada satu perwakilan, saya mewakili Asia Pasifik. Ada 8 orang seluruh dunia kita datang juga ke Kiev dan juga ke Moskow," tutur Fadli.
Meski begitu, pengiriman utusan khusus dari AIPA ke Myanmar belum menjadi sebuah keputusan resmi sebab masih ada perdebatan di antara anggota parlemen AIPA. Fadli mengatakan, sebagian anggota parlemen AIPA yang mengikuti rapat Komite Politik setuju untuk berkunjung ke Myanmar, tapi ada juga yang menolak dengan bermacam alasan.
“Melalui proses perdebatan yang cukup panjang. Nanti dari hasil resolusi ini kita terjemakan realisasinya, bentuknya sepeti apa. Nanti akan dibahas lagi, kita harapkan tidak terlalu lama lagi. Kita akan mencoba menjemput bola," ungkap Legislator dari Dapil Jawa Barat V itu.
Fadli berharap, AIPA akan menyepakati pengiriman utusan khusus sebagai upaya dari AIPA untuk mengambil peran yang lebih besar dalam memfasilitasi dialog inklusif untuk rekonsiliasi di Myanmar. Dengan mengirimkan utusan khusus, AIPA dinilai dapat lebih berkontribusi dalam penyelesaian konflik di Myanmar karena bisa melihat langsung dampak dari krisis yang terjadi di negara tersebut.
“Kita berharap demikian, tapi belum sebuah keputusan. Tapi ini adalah satu langkah kita membuka diri untuk membentuk suatu macam komite Ad-hoc untuk parliamentary visit ke sana," terang Fadli.
Selain rencana pembentukan tim khusus, Komisi Politik AIPA juga sepakat terlibat dengan negara-negara observer (pengamat) yang kemarin turut menghadiri Sidang Umum Forum Parlemen ASEAN itu dalam mengumpulkan bantuan kemanusiaan multilateral untuk rakyat Myanmar.
Komite Politik AIPA juga menekankan pentingnya tindakan kolektif dan kerja sama antara eksekutif dan legislatif untuk mendukung upaya menuju perdamaian, stabilitas, keharmonisan, dan rekonsiliasi di Myanmar. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam pesan Presiden AIPA ke-44 Puan Maharani saat ASEAN-AIPA Leaders' Interface (pertemuan antara pimpinan parlemen dengan pimpinan negara Asia Tenggara) pada KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo lalu.
Fadli optimistis gagasan dari Komite Politik AIPA akan berperan besar untuk membantu persoalan krisis kemanusiaan di Myanmar.
“Nanti akan dibahas lagi terkait utusan khusus itu, kita harapkan tidak terlalu lama lagi. Kita akan mencoba menjemput bola,” ujarnya.
Terkait pelaksanaan Sidang Umum ke-44, Fadli menilai Delegasi parlemen dari Asia Tenggara, negara observer dan organisasi internasional merasa puas dengan pelayanan DPR sebagai tuan rumah. Bahkan tak sedikit yang merasa terpukau karena DPR menampilkan wajah Indonesia yang kental akan nilai-nilai budaya.
"Pada umumnya mereka sangat puas dan mereka sangat apresiasi terhadap hospitality (keramahan) Indonesia, pertemuan-pertemuannya secara substantif juga tajam dan ada kemajuan-kemajuan di berbagai isu," terang Fadli.