Wakil Ketua DPR RI Bidang Korinbang Rachmat Gobel mengingatkan tentang pentingnya pendidikan budi pekerti dan keteladanan para pemimpin. Sebab ketangguhan suatu bangsa ditentukan oleh seberapa kuat dan seberapa dalam akar budaya kita. Dimana era globalisasi dan paparan budaya antarbangsa akibat kemajuan teknologi maka pertahanan terbaik dalam menjaga kebangsaan menurut Gobel adalah melalui budaya.
Hal itu ia sampaikan sebagai renungan peringatan HUT ke-78 kemerdekaan Republik Indonesia dan menanggapi pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR RI dan sidang bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT ke-78 Proklamasi Kemerdekaan RI. Gobel mengatakan, setiap beradaban memiliki akar budaya masing-masing yang tumbuh selama berabad-abad.
Nilai-nilai yang berkembang dan mekar, katanya, merupakan hasil akumulasi dan adaptasi dalam menghadapi perkembangan zaman. Situasi lingkungan, tantangan alam, intrusi dan pengaruh budaya luar, serta daya cipta dan daya kreasi para leluhur berakumulasi, berkembang, dan beradaptasi membangun tatanan nilai.
“Semua itu telah membangun identitas, keteraturan, dan sekaligus perubahan. Tak semua budaya tetap eksis hingga kini. Tak semua peradaban bisa bertahan. Tak semua bangsa bisa mekar. Kita bersyukur, apa yang kita sebut sebagai peradaban Nusantara atau kemudian menjadi peradaban Indonesia ini tetap hadir dan kian relevan serta makin maju. Ini harus kita jaga bersama dengan arif,” katanya dalam rilis pers yang diterima Parlementaria, Kamis (17/8/2023).
Untuk itu, Gobel mengingatkan tentang pentingnya pendidikan budi pekerti dan keteladanan para pemimpinnya. “Pendidikan budi pekerti bisa melalui pewarisan nilai di dalam keluarga dan di dalam lingkungan masyarakat. Selain itu juga melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah. Kita harus mengkaji kembali kurikulum pendidikan kita, baik dari segi materi pengajaran maupun dalam praktik pendidikan kita. Semua harus terintegrasi antara pengisian kognisi dengan pembiasaan dan penghayatan sehari-hari,” urainya.
Namun demikian, Gobel menyatakan, yang paling efektif dalam pendidikan budi pekerti adalah keteladanan para pemimpin. “Mulai dari pemimpin keluarga, pemimpin lingkungan tempat tinggal, pemimpin di sekolah, pemimpin di masyarakat, hingga ke tingkat para pemimpin nasional. Jangan sampai tidak sinkron antara yang diucapkan dengan yang dipraktikkan. Ada pepatah guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Kerusakan keteladanan berakibat kerusakan yang jauh lebih besar. Karena itu ada pepatah Jawa yang menyatakan anak kepolah bapak kepradah, bapak kesulah anak kepolah. Tingkah laku anak merupakan tanggung jawab orangtuanyanya,” terangnya.
Lebih lanjut Gobel menyampaikan, dalam kehidupan sosial ada hukum besi tentang kesemestian perubahan. Nilai-nilai baru datang, lalu berdialektika dengan nilai-nilai lama, sehingga menghasilkan nilai-nilai yang lebih baru.
Dalam fase perubahan itu menurutnya ada fase anomali ketika nilai baru belum mapan namun nilai lama mulai goyah. Di sinilah pentingnya keteladanan dan kearifan semua pihak dalam menjaga harmoni sekaligus menyongsong masa yang baru.
Saat ini, kata Gobel, akibat hadirnya teknologi, komunikasi antar manusia mengalami revolusi yang memiliki dampak yang tak terkirakan sebelumnya. Percapakan impersonal makin akrab menjadi keseharian masyarakat melalui grup-grup jejaring sosial maupun melalui kanal-kanal media sosial.
Dimana mereka berbagi nilai dan berbagi persepsi tentang lingkungannya dan juga tentang pemimpinnya. Inilah yang kemudian terinternalisasi menjadi pola pikir dan pola perilaku. Gobel berpendapat, sebagai pemimpin harus makin bijak dalam menjadi teladan yang baik.
"Namun situasi impersonal ini bisa manipulatif dimakan algoritma. Di sini kita harus bijak bestari dalam mengambil keputusan. Karena itu pendidikan dan keteladanan adalah kunci," tutupnya.