Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Luluk Nur Hamidah berbicara soal pentingnya ikatan (bonding) keluarga untuk mencegah terjadinya Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Hal tersebut ia sampaikan saat berdiskusi dengan influencer yang juga aktivis anak, Nabila Ishma.
Perbincangan mengenai pentingnya peran keluarga dalam mencegah Tindak Pidana Kekerasan Seksual antara Luluk Nur Hamidah dengan Nabila Ishma mencuat dalam program 'Ngobrolin DPR' yang disiarkan melalui live Instagram, Rabu (18/10/2023). Adapun program live instagram itu mengambil tema ‘Bonding Orang Tua dan Anak Untuk Cegah TPKS'.
Dalam program diskusi santai itu, Luluk menyatakan orang tua memiliki kewajiban untuk menciptakan ikatan dengan anak-anaknya. Sebab bonding keluarga yang penuh dengan nilai-nilai moral dapat membuat anak memahami bagaimana menghindari tindak kekerasan seksual.
“Partisipasi keluarga dalam pencegahan tindak pidana kekerasan seksual misalnya bisa diwujudkan dengan menguatkan edukasi dalam keluarga, misalnya aspek soal moral soal etika, soal agama, soal budaya,” kata Politisi Fraksi PKB tersebut.
DPR RI sendiri, lanjut Luluk, sudah membuahkan sebuah payung hukum yang dibuat dengan semangat untuk mengurangi praktik-praktik kekerasan seksual yakni UU No. 12 tahun 2022 tentang TPKS. Meski begitu, UU ini bukan menjadi satu-satunya cara untuk menghentikan fenomena kekerasan seksual yang sudah menjadi momok di Indonesia.
“Karena memang korban kekerasan seksual itu semakin hari tidak semakin sedikit, jadi korbannya itu banyak dan kemudian juga lintas usia. Dari yang termuda itu masih balita. Korbannya tidak pandang jenis kelamin, bisa laki bisa perempuan, tapi yang paling banyak itu memang perempuan di semua kelompok umur,” tuturnya.
Menurut Luluk, UU TPKS hadir karena kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah sedemikian daruratnya sehingga dibutuhkan produk hukum khusus berkenaan dengan TPKS. Luluk mengatakan, UU TPKS merupakan beleid yang komprehensif dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual hingga penanganan kepada korban dengan sistem layanan terpadu. “Apalagi pendidikan tentang kesetaraan gender juga belum kuat diberikan kepada kita,” ungkapnya.