Anggota Komisi III DPR RI Mulfachri Harahap mengatakan terdapat dua isu penting yang diangkat dalam Kunjungan Kerja (Kunker) Komisi III DPR ke Provinsi Bali ini, yaitu pengawasan terhadap Warga Negara Asing (WNA) dan penegakan hukum terhadap persoalan-persoalan terkait WNA di Bali. Terlebih, lanjut Mulfachri, Bali menjadi salah satu destinasi wisata internasional, sehingga penting untuk memastikan kekondusifan yang ada di Bali.
“Bali menjadi salah satu world destination, oleh sebab itu penting untuk memastikan segala sesuatunya berlangsung dengan kondusif di Bali. Artinya, kegiatan-kegiatan industri pariwisata yang berlangsung di Bali harus berjalan dengan situasi yang kondusif. Oleh karena itu, kunjungan kerja kali ini, kita fokus terhadap soal kekondusifan di Provinsi Bali,” papar Mulfachri dalam Kunker Komisi III DPR ke Provinsi Bali, Rabu (25/10/2023).
Politisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyampaikan jumlah WNA yang masuk ke provinsi Bali ini lebih tinggi dibandingkan di wilayah lainnya, yakni rata-rata 20.000-25.000 WNA masuk tiap harinya. Oleh sebab itu, Mulfachri menyarankan agar dibangun sebuah sistem yang dapat mengawasi keberadaan WNA di Bali.
“Sebuah sistem yang bisa menjawab semua kebutuhan terkait info WNA, seperti jumlah WNA yang memiliki izin tinggal di Bali, WNA yang berkunjung untuk wisata, WNA yang memiliki izin kerja, maupun WNA dengan tujuan atau visa lainnya. Termasuk info mengenai durasi izin tinggal WNA di Bali, sehingga kita bisa mencegah terjadinya beberapa pelanggaran, baik pelanggaran yang menyangkut Undang-Undang keimigrasian maupun pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan umum lainnya sejak awal,” jelas Mulfachri.
Keberadaan WNA dinilai oleh Mulfachri memang merupakan hal yang penting bagi industri pariwisata, namun juga penting untuk tetap menjaga kedaulatan hukum. Mulfachri mengatakan, banyak pelanggaran yang dilakukan oleh WNA, namun pemerintah masih belum mampu menjangkau secara komprehensif, sebab belum ada sistem yang bisa mendeteksi pelanggaran tersebut sejak awal.
“Kita tahu banyak penyelundupan hukum yang masih terjadi pada WNA. Seperti, larangan untuk memiliki lahan bagi WNA, tetapi pada kenyataannya hal tersebut masih bisa dilakukan, seperti dengan meminjam nama untuk membeli lahan atau properti di Indonesia,” lanjut Legislator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatra Utara I itu.
Mulfachri berharap, pelanggaran-pelanggaran seperti yang terkait ketentuan izin tinggal, overstay, visa masuk, hingga pelanggaran regulasi yang dilakukan oleh WNA dapat disikapi dengan tegas oleh Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum. “Kedaulatan hukum tetap harus ditegakkan. Oleh karena itu, pengawasan terhadap WNA harus ditingkatkan, khususnya dari pihak imigrasi. Kami minta atensi dari pihak imigrasi untuk hal tersebut,” ujar Mulfachri.
Selain itu, Mulfachri meminta agar pihak imigrasi berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait, seperti Kepolisian, Kejaksaan, hingga kantor pajak, untuk menangani secara serius terkait pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh WNA, khususnya di Provinsi Bali. Secara umum, Mulfachri mengapresiasi capaian yang sudah dilakukan oleh mitra Komisi III DPR, baik itu Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Bali, Kepolisian Daerah Provinsi Bali, Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bali, Kejaksaan Tinggi, Pengadilan Tinggi Denpasar, Pengadilan Tinggi Agama Bali, Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar, dan Pengadilan Militer III-14 Denpasar.
Sementara itu, Kepala Kanwil Kemenkumham Bali, Romi Yudianto, mengatakan bahwa Kemenkumham akan terus menjalankan sesuai dengan mekanisme terhadap fungsi Keimigrasian dalam pengawasan orang asing sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. “Pengawasan keimigrasian terhadap orang asing dilaksanakan pada saat permohonan visa, baik visa masuk atau keluar, dan pemberian izin tinggal, serta melalui operasi atau pengawasan mandiri dan operasi atau pengawasan gabungan,” ujar Romi.