DPR RI memberikan keterangan di Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan Sidang Pleno Lanjutan Perkara Nomor 140/PUU-XXI/2023 perihal Pengujian Materiil KUHP untuk Pasal 330 Ayat 1 KUHP UU Nomor 1 Tahun 1946 terkait dengan frasa ‘Barangsiapa’ dalam delik pencabutan atau penarikan kuasa terhadap anak atau pengawasan terhadap anak yang dilakukan oleh salah satu dari orangtua dari anak tersebut.
Pada sidang yang digelar pada Rabu (6/3/2024) di Gedung MK, Jakarta itu, pemohon mendalilkan bahwa ketika mereka membuat laporan terhadap kasus tersebut terhadap aparat penegak hukum, pihak kepolisian memberikan tafsir terhadap Pasal 330 Ayat 1 bahwa itu hanya berlaku untuk Ibu dari anak tersebut saja, sementara pemohon menganggap bahwa semestinya frasa ‘barangsiapa’ itu berlaku untuk semuanya baik itu Ayah maupun Ibu.
Taufik Basari selaku Tim Kuasa Hukum DPR RI kemudian menerangkan bahwa masih terjadi permasalahan terhadap KUHP lama yaitu UU Nomor 1 Tahun 1946. Oleh karena itulah, melalui KUHP nasional yang baru yaitu UU Nomor 1 Tahun 2023 yang nantinya akan berlaku Januari 2026, akan diperbaiki beberapa kekurangan yang dimiliki oleh KUHP saat ini. Salah satunya, dengan memberikan penjelasan dan kepastian (lex certa dan lex stricta) terhadap delik-delik pidana yang ada.
“Termasuk juga memperbaiki bahasa baku dari penerjemahan yang awalnya dari Bahasa Belanda ke Bahasa Indonesia dan menggunakan terminologi hukum yang standar. Nah khusus untuk istilah ‘barangsiapa’ yang sebenarnya merujuk pada bahasa Belanda yaitu 'hij die' kita sudah melakukan perbaikan di dalam KUHP nasional dengan menerjemahkan 'hij die' itu sebagai setiap orang,” jelas Tobas, sapaan akrabnya mengungkapkan.
Artinya, urai Tobas, DPR RI sebenarnya sudah sejak lama memiliki inisiasi seperti apa yang diinginkan oleh para pemohon bahwa frasa ‘barangsiapa’ itu harusnya ditafsirkan berlaku untuk siapapun baik ayah maupun ibu dan sebagainya. sebagaimana telah tertuang dalam KUHP nasional yang baru diperbaiki dengan kata ‘setiap orang’ yang seharusnya itu berlaku ‘setiap orang’.
“Termasuk juga Pasal 330 Ayat 1 ini berlaku untuk setiap orang berlaku untuk Ayah untuk Ibu, yang juga ketika kita melakukan perbaikan dalam KUHP nasional kita yang baru. Sementara rumusan pasalnya tidak berubah, tetapi kita menegaskan bahwa barangsiapa itu adalah setiap orang. Mudah-mudahan ini bisa menjadi rujukan bagi MK untuk memberikan putusannya dalam perkara ini,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, dalam sidang sempat terdapat pertanyaan dari Ketua MK Suhartoyo tentang bagaimana jika ada kejadian yang sama seperti dialami para pemohon. Merespon hal itu, Tobas menyatakan bahwa Pasal 330 Ayat 1 yang kemudian di dalam KUHP nasional yang baru di dalam Pasal 542 Ayat 1 tersebut pembuktiannya adalah pada unsur dari siapakah yang memiliki kewenangan untuk penguasaan terhadap anak menurut perundangan-undangan atau pengawasan terhadap anak menurut putusan pengadilan.
“Nah itu yang harusnya menjadi pedoman bagi pembuktian aparat penegak hukum, bukan berkutat pada soal bahwa ini hanya berlaku bagi ibunya saja atau bagi ayahnya saja. Karena itu sudah jelas, barangsiapa itu artinya setiap orang baik Ayah maupun Ibu. Nah jadi penegasan itu yang harus dijadikan pedoman bagi penegak hukum ketika menerima laporan seperti kasus ini yang terkait dengan Pasal 330 Ayat 1,” pungkas Politisi Fraksi Partai NasDem ini.