Jaminan ketersediaan stok kebutuhan pokok mesti disertai dengan stabilitas harga untuk meredam kekhawatiran masyarakat.
"Pasca-pemilu khususnya sepekan terakhir, harga kebutuhan pokok melonjak. Lonjakan harga itu seringkali dikaitkan dengan lonjakan permintaan dan kurangnya ketersediaan pangan buntut dampak El Nino di sejumlah daerah," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Pemenuhan Kebutuhan Pokok Menjelang Puasa dan Lebaran yang digelar oleh Forum Diskusi Denpasar 12 pada Rabu (6/3).
Diskusi yang dimoderatori Dr. Radityo Fajar Arianto, MBA (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Bambang Wisnubroto, S.E., M.M.(Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Kementerian Perdagangan RI), Dr. I gusti Ketut Astawa, M.Sos.,M.M. (Deputi Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, Badan Pangan Nasional), Epi Sulandari (Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik, Perum Bulog) dan Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M. Sc (Guru Besar Fakultas Pertanian, Universitas Lampung) sebagai narasumber.
Meskipun pemerintah telah menjamin ketersediaan kebutuhan pokok, ujar Lestari, lonjakan harga bahan pokok masih terjadi di sejumlah daerah di tanah air.
Bahkan, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, fenomena panic buying sempat terjadi di sejumlah daerah karena masyarakat khawatir kehabisan pasokan beras.
Kenaikan harga menjelang Ramadan dan Lebaran, tambah Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, selalu berulang seperti sebuah siklus.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu menilai para pemangku kepentingan harus konsisten mengkaji berbagai faktor terkait penyebab kenaikan harga-harga bahan pokok di tanah air, agar segera menghadirkan solusi.
Rerie mengajak semua pihak untuk berperan secara aktif dalam mengatasi fenomena kenaikan harga bahan pokok yang terjadi sehingga mampu meredam kekhawatiran masyarakat.
Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, Kementerian Perdagangan RI, Bambang Wisnubroto mengungkapkan dalam memantau kenaikan harga sejumlah kebutuhan bahan pokok, pihaknya bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait secara rutin melakukan pertemuan setiap Senin dalam rangka mengendalikan inflasi.
Bambang menilai koordinasi dengan sejumlah kementerian dan lembaga dalam upaya mengendalikan harga bahan pokok tahun ini relatif lebih baik jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Menurut Bambang, tahun ini harus diwaspadai harga beras, minyak goreng curah, daging ayam dan telur ayam ras.
Terkait harga minyak goreng, ujar Bambang, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan sekitar 24 produsen minyak goreng.Bambang menegaskan bahwa harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng tetap Rp14.000 per kilogram. Dia membantah akan terjadi kenaikan HET.
Diakuinya isu kenaikan HET minyak goreng membuat sejumlah distributor minyak goreng menahan pasokan. Bambang mencatat kenaikan harga sejumlah bahan pokok menjelang Ramadan dan Lebaran sekitar 27,25%.
Menyikapi kondisi itu, ujar Bambang, pemerintah mengarahkan agar para pelaku usaha dan asosiasi bahan pokok melakukan penambahan pasokan.
Selain itu, juga mendorong kelancaran distribusi salah satunya dengan meminta Kementerian Perhubungan untuk mempercepat bongkar muat beras impor.
Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik, Perum Bulog, Epi Sulandari mengungkapkan untuk memperkuat stok beras pihaknya mengupayakan pengadaan dari dalam negeri dan luar negeri.
Menurut Epi, stok beras Bulog saat ini tercatat 1,17 juta ton. Dalam upaya mengurangi demand, tambah Epi, pihaknya sudah ikut menyalurkan bahan pangan ke sekitar 22 juta kepala keluarga yang membutuhkan.
Diakui Epi, distribusi beras pada dua bulan terakhir jumlahnya lebih dari dua kali jumlah pasokan bulan-bulan sebelumnya. Menurut Epi, pada Februari 2024, Bulog menyalurkan 212 ribu ton beras dan pada Maret 2024 ditargetkan untuk menyalurkan 250 ribu ton beras.
Deputi Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan, Badan Pangan Nasional, I Gusti Ketut Astawa mengungkapkan stok beras cukup menjelang Ramadan. Apalagi, tambah dia, ada cadangan sekitar 1 juta ton beras sehingga ketersediaan beras hingga Lebaran terjamin.
Selain itu, ujar Ketut Astawa, komoditas jagung sudah mulai panen di beberapa daerah sehingga harga jagung lebih terjangkau. Pasokan kedelai terbilang cukup, sedangkan impor bawang putih juga masih berlangsung untuk menjaga ketersediaan di pasar.
Ketut Astawa memperkirakan harga cabai akan berfluktuasi. Harga cabai besar diperkirakan naik, karena petani cabai di Jawa Timur waktu panennya mundur dari jadwal.
Sedangkan harga telur dan daging ayam ras, jelas dia, akan mengalami kontraksi karena terjadi peningkatan permintaan yang dibarengi dengan peningkatan harga pakan ayam.
Ketut Astawa berharap ada jaminan kecepatan dan kelancaran dalam pelaksanaan gerakan pangan murah di setiap daerah, mengoptimalkan penggunaan anggaran untuk memfasilitasi dan pendistribusian pangan ke sejumlah daerah yang mengalami defisit pangan.
Guru Besar Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bustanul Arifin berpendapat tantangan terberat pada 2024 ini adalah bagaimana kita mewujudkan kinerja ekonomi makro dan pertanian dengan baik.
Fenomena kenaikan harga bahan pokok jelang Ramadan dan Lebaran, ujar Bustanul, merupakan gambaran dari timpangnya antara pertumbuhan pertanian dan ekonomi kita.
Bila pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 5,05%, ujar Bustanul, pertumbuhan sektor pertanian nasional hanya 1,3%. Pengaruh El Nino, tegasnya, ikut menekan pertumbuhan sektor pertanian dan mengerek harga komoditas pertanian.
Menurut Bustanul harga beras yang terkerek naik tidak bisa hanya diatasi dengan impor semata, permasalahan di sektor distribusi juga harus segera diperbaiki.
Apalagi, tambah dia, negara eksportir beras seperti India menjelang Pemliu pada Mei mendatang pemerintahnya melarang ekspor beras untuk menahan harga beras di dalam negerinya tetap terjangkau.
Bustanul memperkirakan harga beras tidak akan kembali ke Rp12. 000 per kilogram, tetapi akan terjadi keseimbangan baru.
Pada kesempatan itu, wartawan senior, Saur Hutabarat berpendapat, dalam jangka pendek untuk kebutuhan Ramadan ketersediaan beras kemungkinan tidak ada masalah.
Namun, ujar Saur, untuk jangka panjang India dengan populasinya yang tumbuh 0,9% memiliki kewajiban di dalam negerinya untuk memperkuat pasokan pangannya.
Menurut Saur, Indonesia harus mempersiapkan diri dengan bijaksana, jangan sampai kebijakan di sektor pangan nasional tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Apalagi, tegasnya, pemerintah ada rencana memberi makan gratis kepada masyarakat. "Harus dipikirkan berasnya dari mana?" pungkas Saur.