Koordinator dan ahli waris dari H. Abdul Halim bin H. Ali dan H. Makawi bin H. Abdul Halim, mengadu ke Komisi III DPR terkait kejanggalan-kejanggalan perkara jual beli tanah PT Summarecon yang kini sudah diputus kalah dalam Peninjauan Kembali (PK) nomor 28 PK/Pdt/2024.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyatakan siap mengawal gugatan yang akan kembali dilayangkan Makawi. Namun, untuk perkara pengadilan, ia mengatakan tidak bisa intervensi. Pihaknya, hanya bisa mengawasi terkait adanya proses penyelidikan maupun penyidikan yang salah dilakukan.
“Putusan yang dikeluarkan MA tidak bisa kami intervensi karena memang tugas kami hanya mengawasi bukan lakukan intervensi,” tuturnya dalam agenda RDPU Komisi III dengan kuasa hukum Djoko Pustoko Onggo dan Makawi di, Ruang Rapat Komisi III, Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan mengusulkan agar kasus seperti ini dibuat terobosan dengan cara mengingatkan adanya kejanggalan perkara jual beli tanah kepada MA agar kasus ini tidak terjadi lagi. "Ini bisa dijadikan terobosan untuk mengingatkan MA, dan bukan berarti intervensi," katanya.
Lebih lanjut, Kuasa hukum H. Makawi bin H. Abdul Halim menduga, majelis hakim abai terhadap fakta persidangan yang diajukan. Menurutnya, tiga kali PT Summarecon klaim jual beli tanah terhadap H. Abdul Halim (orang tua Makawi) pada tahun 1981. Padahal Abdul Halim meninggal dunia pada 1978.
"Ini lucu, karena orang yang sudah meninggal dijadikan sebagai subyek jual beli tanah. AJB inilah yang dijadikan dasar dalam penerbitan sertifikat atas nama PT dan ini, apa rumusnya sih akta jual yang tidak benar disingkirkan, karena PT jelas menggunakan Akta Jual Beli terhadap orang yang sudah meninggal, di mana hati nurati para hakimitu,” sesalnya. Selain itu dari data yang ada AJB merupakan tindak pidana yang sudah dilaporkan ke kepolisian dan hingga kini tak tau rimbanya," katanya.
Ia juga mengungkapkan, pihak lawan dalam kontra memori PK, bukan menanggapi memori yang diajukan tertanggal 8 Mei 2023, tapi menanggapi PK orang lain No. 430 K/Pdt/2017 tertanggal 21 juni 2017, yang tidak ada kaitannya dalam memori. "Dan anehnya MA melaiui lembaga PK mengamini Kontra yang ngawur tersebut. Dimana hati dasar berpikirnya karena itu engga benar,” ujarnya
Jadi, menurutnya, kontra memori PK tidak nyambung dengan memori PK yang ia ajukan. Dari sini saja, imbuhnya, sudah fatal secara hukum. "Itulah fakta yang terang berderang tidak dipertimbangkan majelis hakim," ucapnya.