Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez menyoroti kekhawatiran yang masih ada di tengah masyarakat terkait dengan revisi UU Pilkada, meskipun PKPU telah disetujui sesuai dengan Putusan MK Nomor 60 dan 70. Ia mencatat bahwa meski demonstrasi di Semarang awalnya berlangsung damai, provokasi dari pihak-pihak tertentu menyebabkan aksi berubah menjadi ricuh.
“Kami berharap mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya yang menggelar demonstrasi memastikan bahwa aksi mereka tidak ditunggangi oleh pihak-pihak yang ingin memanfaatkan situasi untuk kepentingan tertentu,” ujar Gilang kepada Parlementaria, di Jakarta, selasa (27/8/2024).
Gilang juga menyoroti tindakan represif aparat yang tidak hanya menyasar demonstran di Semarang, tetapi juga warga yang tidak ikut serta dalam aksi, termasuk anak-anak yang sedang mengaji. Puluhan korban, banyak di antaranya mengalami sesak napas dan luka-luka di bagian kepala, dilarikan ke rumah sakit.
“Massa yang awalnya berusaha menyampaikan aspirasi secara damai, akhirnya harus berhadapan dengan tindakan represif seperti tembakan gas air mata dan mobil meriam air. Ironisnya, ini terjadi ketika mereka tengah memperjuangkan demokrasi yang sehat dan transparan,” jelas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.
Ia menegaskan bahwa aparat seharusnya bisa menjaga agar demokrasi di Indonesia tetap hidup dan berkembang secara damai. Gilang menambahkan bahwa penggunaan gas air mata untuk membubarkan aksi sangat merugikan masyarakat.
“Walaupun gas air mata dianggap sebagai senjata nonmematikan, dampaknya sangat merugikan kesehatan manusia, terutama pada anak-anak yang tubuhnya masih rentan. Aparat seharusnya belajar dari kejadian di Kanjuruhan,” pungkasnya.