Dalam kunjungan kerja spesifik di Surabaya, Komisi IX DPR RI menyoroti berbagai faktor yang menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia mengalami kesulitan, termasuk penutupan dan pengurangan tenaga kerja. Hal ini terdapat sejumlah faktor, termasuk "faktor X" yang tidak terlihat, yang mempengaruhi keberlangsungan industri di tanah air.
“Kita harus melihat efek dari apa yang menyebabkan perusahaan-perusahaan ini tutup atau mengurangi tenaga kerja. Ada banyak faktor yang berperan, termasuk pengawasan yang lemah dan kondisi manufaktur yang semakin menekan mereka," ujar Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene usai pertemuan di Surabaya, Jawa Timur, Kamis, (5/9/2024).
Ia juga menyoroti persoalan angkatan kerja baru yang semakin banyak setiap tahunnya karena bonus demografi. Tanpa kesiapan yang matang, termasuk peningkatan keterampilan, para pekerja baru ini bisa "tersaring" dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan.
Felly juga menyampaikan keprihatinannya terhadap perusahaan yang menerapkan kebijakan “on-off” bagi karyawannya, di mana pekerja tidak memiliki kepastian terkait status pekerjaan mereka. "Ini membutuhkan kesepakatan antara perusahaan dan pekerja, tapi di sisi lain kita juga harus meninjau ulang regulasi yang ada. Jika perlu, aturan-aturan yang ada perlu diperbarui agar sesuai dengan situasi terkini," jelasnya.
Selain itu, Legislator Partai NasDem juga mengangkat pentingnya pengawasan yang lebih baik di tingkat kabupaten/kota. Saat ini, pengawasan ketenagakerjaan berada di bawah provinsi, namun dengan keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran, pengawasan ini dinilai tidak cukup.
“Kami mencatat semua persoalan ini di Komisi IX, dan kami akan berupaya mencari solusinya. Jika diperlukan revisi undang-undang, kami siap membahasnya untuk memastikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja dan perusahaan,” tutup Felly.
Menurutnya, duduk bersama antara pemerintah, pelaku usaha, dan para stakeholder lainnya sangat penting untuk memastikan regulasi yang ada mampu melindungi industri dalam negeri tanpa membebani tenaga kerja.