Sengketa tanah adat kembali menjadi isu serius di Indonesia, terutama ketika melibatkan masyarakat adat dan korporasi besar. Dalam Kunjungan Kerja Spesifik (Kunspek) Komisi III DPR RI ke Polda Sumatera Barat, anggota Komisi III Sarifuddin Sudding menerima aspirasi dari masyarakat terkait konflik tanah adat atau tanah ulayat yang diduga dirampas oleh PT Wilmar. Aspirasi ini disampaikan langsung oleh sejumlah ibu-ibu saat bertemu dengannya di sela-sela kunjungan kerja.
“Iya, tadi saya mendapat aspirasi dari masyarakat di situ terkait masalah tanah adat, tanah ulayat mereka yang dirampas oleh perusahaan Wilmar,” ujar Sarifuddin kepada Parlementaria usai mengikuti Kunspek di Mapolda Sumbar, Padang, Senin (25/11/2024).
Sarifuddin menjelaskan bahwa keluhan masyarakat disampaikan dengan penuh emosional. “Sampai ibu-ibu di situ menangis, menyampaikan tentang tanah adat mereka,” katanya.
Aspirasi tersebut langsung diteruskan kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sumbar untuk ditindaklanjuti. “Saya sudah sampaikan kepada Pak Kapolda agar aspirasi ini diatensi. Ada ibu-ibu menyampaikan bahwa tanah ulayat mereka dirampas oleh PT Wilmar, dan itu tidak boleh terjadi karena menyangkut hak atas tanah adat,” tegasnya.
Untuk diketahui, konflik lahan di Nagari Kapa, Pasaman Barat, kembali memanas pada 4 Oktober 2024. PT Permata Hijau Pasaman 1 (PHP 1), anak perusahaan Wilmar Group, bersama aparat gabungan dari Polres Pasaman Barat dan Polda Sumbar, dilaporkan melakukan aksi pemaksaan masuk ke lahan pertanian milik masyarakat setempat untuk menanam bibit kelapa sawit. Peristiwa ini berujung pada penangkapan sembilan warga Kapa, termasuk enam perempuan.