Akomodir Berbagai Perubahan, Putusan MK Jadi Landasan Revisi UU Ketenagakerjaan

Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan penting untuk direvisi. Hal itu menyusul adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 168/PUU-XX1/2023 yang berdampak besar terhadap penggunaan Tenaga Kerja Asing, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Outsourcing hingga waktu istirahat. DPR prinsipnya merespon positif soal perlunya dibentuk dan memisahkan UU Ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja.

Selain putusan MK, Politisi Fraksi Partai NasDem itu menyebut alasan perlunya revisi UU Ketenagakerjaan adalah beleid ini belum pernah diperbaiki sejak awal terbit tahun 2003. Sehingga, perlu diubah untuk mengakomodasi berbagai perubahan dan perkembangan ketenagakerjaan.

"Yang harus diperhatikan, tenaga kerja lokal wajib diutamakan dalam semua jenis jabatan, sedangkan tenaga kerja asing boleh diisi (ditempatkan) jika posisi tersebut tidak dapat diisi oleh tenaga kerja lokal,” ungkapnya dalam Rapat Kerja Komisi IX dengan kepala BKD Setjen DPR, di Gedung DPR, Senin (24/2/2025).

Ia menambahkan, tenaga kerja asing perlu mendapatkan perlindungan yang sama seperti tenaga kerja domestik, selebihnya tenaga kerja domestik harus diutamakan dalam posisi kerja mengacu pada RUU Ketenagakerjaan.

Pemerintah juga  perlu menjabarkan tenaga kerja outsourcing, sedangkan pekerja dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) diwajibkan maksimal 5 tahun. Tenaga kerja asing juga diwajibkan berbahasa Indonesia guna meminimalkan penggunaan bahasa asing.

"Upah juga perlu diperhatikan. Jangan sampai ada kecemburuan sosial. Dewan keupahan juga harus dihidupkan kembali. Sedangkan, PHK baru bisa dilakukan jika mendapatkan persetujuan dari lembaga perindustrian yang bersifat mengikat,” tuturnya.

Sebelumnya, pertimbangan putusan MK no.168/PUU-XX1/2023 merekomendasikan pembuat UU untuk membentuk UU Ketenagakerjaan yang baru. Membacakan pertimbangan putusan, Hakim Konstitusi Prof Enny Nurbaningsih, menguraikan beberapa poin penting.

Antara lain, secara faktual, materi/substansi UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan berulang kali dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya ke MK. Merujuk data pengujian UU di MK, sebagian materi/substansi UU 13/2003 telah 37 kali diuji konstitusionalitasnya.

Diketahui, dalam putusan berjumlah 687 halaman tersebut, Mahkamah meminta pembentuk undang-undang segera membentuk undang-undang ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam UU 6/2023. Pertimbangan hukum tersebut dibacakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.

Mahkamah menilai adanya kemungkinan perhimpitan norma antara Undang-Undang Nomro 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan UU Cipta Kerja. Terutama  terkait dengan norma dalam UU Ketenagakerjaan yang diubah (baik berupa pasal dan ayat) sulit dipahami secara awam, termasuk sulit dipahami oleh pekerja/buruh. Jika semua masalah tersebut dibiarkan berlarut-larut dan tidak segera dihentikan/diakhiri, tata kelola dan hukum ketenagakerjaan akan mudah terperosok dan kemudian terjebak dalam ancaman ketidakpastian hukum dan ketidakadilan yang berkepanjangan.

Diposting 25-02-2025.

Dia dalam berita ini...

IRMA SURYANI, S.E., M.M.

Anggota DPR-RI 2024-2029
Sumatera Selatan 2