Revisi UU Pengelolaan Keuangan Haji Targetkan Nilai Manfaat Lebih Besar

Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI menggelar rapat dengan para ketua asosiasi penyelenggara perjalanan ibadah haji dan umrah guna membahas perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji di Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3/2025). Rapat ini berfokus pada kebijakan peningkatan pelayanan, perlindungan, dan pemenuhan hak jemaah haji melalui optimalisasi pengelolaan dana haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Wakil Ketua Komisi VIII sekaligus Ketua Panja Haji 2025, Abdul Wachid, menyoroti perlunya peningkatan nilai manfaat dari dana haji yang saat ini mencapai Rp171 triliun. Ia menekankan bahwa BPKH harus mampu menghasilkan nilai manfaat hingga 10%, bukan hanya 6% seperti yang sering disampaikan dalam berbagai forum akademik.

“Kalau berbicara dana haji, maka pelaksanaannya juga harus diperhatikan. Kami menekan BPKH agar nilai manfaat bisa meningkat. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah investasi strategis, misalnya dalam sektor perhotelan di Arab Saudi, khususnya di sekitar Masjidil Haram,” ujar Abdul Wachid.

Selain itu, ia menyoroti persoalan penyediaan katering bagi jemaah haji yang harus segera diselesaikan agar kualitas layanan semakin baik. Menurutnya, investasi langsung dalam sektor perhotelan dan katering di Arab Saudi akan memberikan keuntungan jangka panjang bagi jemaah Indonesia, yang setiap tahunnya menjadi kelompok terbesar dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Integrasi Layanan Digital 

Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, menanggapi usulan dari Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) terkait integrasi layanan digital untuk meningkatkan transparansi BPKH. Ia menekankan bahwa pemahaman terhadap profil jemaah sangat penting sebelum menerapkan sistem digital secara menyeluruh.

“Profil jemaah kita ini beragam. Kalau jemaah haji khusus, mereka sudah terbiasa dengan teknologi, tapi jemaah reguler, terutama dari daerah terpencil, perlu pendekatan berbeda. Jadi, harus ada sistem yang bisa menyesuaikan kebutuhan semua kalangan,” kata Marwan.

Marwan juga menyoroti usulan dari Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) yang menginginkan BPKH berfungsi layaknya bank syariah bagi calon jemaah. Usulan ini dinilai potensial namun perlu kajian mendalam, terutama terkait regulasi perbankan dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Lebih lanjut, Marwan mengingatkan bahwa perubahan kebijakan di Arab Saudi, khususnya terkait haji mandiri, dapat menggeser minat jemaah dari skema haji khusus dan haji furoda ke sistem yang lebih fleksibel. Jika skema ini diterapkan, penyelenggara perjalanan haji di Indonesia perlu segera menyesuaikan strategi bisnis mereka agar tetap kompetitif.

“Jika Arab Saudi membuka haji mandiri, maka pola keberangkatan akan berubah. Jemaah yang selama ini memilih furoda bisa beralih ke haji mandiri. Ini akan berdampak langsung pada penyelenggara haji di Indonesia,” ujarnya.

Optimalisasi Dana Haji

Rapat ini menandai langkah awal DPR RI dalam merevisi UU Pengelolaan Keuangan Haji agar lebih transparan dan memberikan manfaat optimal bagi jemaah. Beberapa poin yang menjadi fokus revisi adalah peningkatan nilai manfaat dana haji, optimalisasi investasi di sektor yang mendukung layanan haji dan umrah, serta penyesuaian kebijakan agar lebih fleksibel menghadapi perubahan regulasi di Arab Saudi.

Dengan semakin meningkatnya animo masyarakat untuk berhaji, DPR RI berharap kebijakan baru ini dapat memberikan kepastian layanan, sekaligus memastikan dana haji dikelola dengan lebih profesional dan transparan demi kepentingan jemaah Indonesia. 

Diposting 07-03-2025.

Mereka dalam berita ini...

H. MARWAN DASOPANG, M.Si.

Anggota DPR-RI 2024-2029
Sumatera Utara 2

ABDUL WACHID

Anggota DPR-RI 2024-2029
Jawa Tengah 2